News

Stop Bullying di Sekolah! Workshop Guru Tasikmalaya Jadi Langkah Awal Ciptakan Zona Aman untuk Anak

120
×

Stop Bullying di Sekolah! Workshop Guru Tasikmalaya Jadi Langkah Awal Ciptakan Zona Aman untuk Anak

Sebarkan artikel ini

KAB. TASIK (CM) – Kasus perundungan dan kekerasan seksual masih menjadi momok yang terus menghantui lingkungan pendidikan di Indonesia. Mayoritas korbannya adalah pelajar, meski beberapa tenaga pendidik juga tak luput menjadi sasaran. Fenomena ini memerlukan perhatian serius dari berbagai pihak, termasuk lembaga pendidikan, pemerintah, hingga masyarakat luas.

Sebagai bentuk upaya pencegahan, Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Kabupaten Tasikmalaya bersama Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Kabupaten Tasikmalaya mengadakan workshop khusus. Acara yang berlangsung di Gedung PGRI Kabupaten Tasikmalaya  ini mengundang ratusan guru dan kepala sekolah dari berbagai jenjang pendidikan, mulai dari TK, SD, hingga SMP pada Senin, 20 Januari 2025.

Workshop tersebut mengusung tema tentang strategi antisipasi, penanganan, dan solusi terhadap perundungan, dengan tujuan menciptakan sekolah ramah anak.

Ketua pelaksana kegiatan, Unang Arifin, mengungkapkan bahwa sekitar 877 guru dan kepala sekolah dari seluruh Kabupaten Tasikmalaya ikut serta dalam kegiatan ini.

“Kami di PGRI Kabupaten Tasikmalaya bekerja sama dengan KPAID Kabupaten Tasikmalaya memberikan pemahaman tentang cara menangani kasus perundungan. Hal ini menjadi langkah penting untuk menciptakan lingkungan sekolah yang aman bagi semua pihak,” ujar Unang.

Ahmad Juhana, Ketua PGRI Jawa Barat, turut menyampaikan pandangannya. Ia mengakui bahwa meskipun perundungan di sekolah sudah berkurang, skalanya masih ada. Para guru dan kepala sekolah, menurutnya, harus memahami cara mencegah, mengatasi, dan menyelesaikan persoalan ini, terutama di era teknologi yang semakin memperbesar risiko.

“Guru dan kepala sekolah harus mampu menyikapi, menangani, dan mencegah persoalan bullying dengan pendekatan yang tepat. Kehadiran teknologi memang memberikan manfaat, tetapi di sisi lain juga menambah tantangan baru yang harus dihadapi,” kata Ahmad Juhana saat diwawancarai di Kantor PGRI Kabupaten Tasikmalaya.

Baca Juga: KPU Tasikmalaya Tegaskan Tidak Ada Masalah pada Masa Jabatan Bupati

Lebih jauh, Ahmad menyoroti bahwa perundungan tidak hanya menimpa anak-anak, tetapi juga tenaga pendidik. Oleh karena itu, PGRI mendorong pemerintah pusat untuk segera merumuskan regulasi perlindungan guru dalam menjalankan tugasnya.

“Guru sering kali menjadi korban perundungan, baik secara verbal maupun psikologis. Maka, undang-undang perlindungan guru sangat diperlukan untuk memastikan hak dan kewajiban mereka terlindungi. Jika anak-anak sudah memiliki perlindungan hukum, guru juga seharusnya mendapatkan hal serupa,” tambah Ahmad.

Sementara itu, Ketua KPAID Kabupaten Tasikmalaya, Ato Rinanto, menegaskan pentingnya menciptakan sekolah ramah anak yang bebas dari perundungan dan tindak kekerasan seksual. Ia menyebutkan bahwa sekolah ramah anak tidak hanya melindungi siswa, tetapi juga memberikan perlindungan bagi guru dari hal-hal negatif.

“Mayoritas tenaga pendidik belum memahami sepenuhnya cara menangani kasus perundungan dan kekerasan seksual. Padahal, sekolah ramah anak adalah tempat di mana anak-anak merasa aman dan guru juga terlindungi. Kita harus menyelamatkan kedua belah pihak ini,” tegas Ato Rinanto.

Menurut Ato, KPAID terus berupaya menyelesaikan kasus perundungan dan kekerasan seksual di lingkungan pendidikan, meskipun idealnya hal tersebut dapat dicegah sejak dini.

“Awal tahun ini saja, kita sudah dihadapkan pada beberapa kasus serius. Ada lima kasus kekerasan seksual di Kabupaten Tasikmalaya dan dua kasus di Kota Tasikmalaya dengan korban dari Kabupaten Tasikmalaya. Ini adalah pekerjaan rumah bersama yang harus segera diselesaikan,” ungkapnya.

Edi Riswandi, Sekretaris Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Tasikmalaya, juga menekankan pentingnya para guru dan kepala sekolah mengenali indikator munculnya perundungan. Ia menjelaskan bahwa perilaku anak yang berubah drastis, seperti menjadi pendiam, enggan ke sekolah, atau menunjukkan sensitivitas berlebihan, bisa menjadi tanda adanya masalah.

“Guru harus mampu mendeteksi dini tanda-tanda perundungan melalui perubahan perilaku anak. Bujuk rayu atau penyimpangan perilaku lainnya juga harus segera diantisipasi. Dengan memahami aspek psikologis dan formal dalam penanganan anak, kita bisa mencegah kasus-kasus bullying ini,” ujar Edi Riswandi.

Melalui berbagai langkah tersebut, harapannya adalah terbentuknya lingkungan pendidikan yang tidak hanya memberikan ilmu pengetahuan, tetapi juga rasa aman dan nyaman bagi semua pihak. Sinergi antara lembaga pendidikan, pemerintah, dan masyarakat sangat dibutuhkan untuk mencapai tujuan mulia ini.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *