BOGOR (CM) – Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, mengungkapkan bahwa ia lebih memilih menaiki sepeda motor atau berjalan kaki dibandingkan menggunakan transportasi umum.
Pernyataan ini disampaikan sebagai tanggapan terhadap anjuran agar para pejabat setidaknya menggunakan kendaraan umum satu kali seminggu, mengingat pengawalan kendaraan mereka dibiayai dari uang rakyat.
“Nah, kalau tujuannya untuk mengikuti anjuran tersebut, saya pribadi lebih mendukung penggunaan sepeda motor. Selain itu, sepeda motor bisa lebih cepat, bukan?” ujar Nusron ketika ditemui di Bogor, Jawa Barat, pada Minggu 2 Februari 2025.
Ia juga menambahkan bahwa berjalan kaki untuk jarak pendek bisa menjadi alternatif yang menghemat waktu. Menurutnya, penggunaan kendaraan umum bersifat sukarela dan tidak wajib, terutama jika dalam situasi mendesak.
“Bagi saya, yang terpenting bukan soal moda transportasi yang digunakan, tetapi bagaimana kita beradaptasi dengan kondisi. Di situasi terdesak, naik sepeda motor bahkan bisa lebih efisien dibandingkan menunggu kendaraan umum, apalagi jika ada biaya tambahan yang lebih tinggi,” jelasnya.
Perdebatan tentang pengawalan kendaraan pejabat kembali mencuat setelah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) mengusulkan agar layanan patroli untuk pejabat dibatasi, kecuali bagi Presiden dan Wakil Presiden. Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah MTI, Djoko Setijowarno, menyatakan bahwa pejabat seharusnya lebih mengenal dan menggunakan angkutan umum agar dapat merasakan langsung kondisi kemacetan yang dihadapi masyarakat.
“Pejabat negara, kecuali presiden dan wakil presiden, hendaknya mencoba naik angkutan umum minimal sekali dalam seminggu. Dengan begitu, mereka dapat memahami secara langsung tantangan yang dialami masyarakat,” ungkap Djoko pada Sabtu 1 Februari 2025.
Djoko menekankan bahwa pengawalan khusus untuk pejabat seharusnya tidak diberikan secara otomatis. Ia menyarankan agar sumber daya untuk layanan pengawalan dialihkan untuk mendukung pelayanan transportasi umum, yang menurutnya sudah mencapai standar global di Jakarta.
“Di Jakarta, angkutan umum telah tersebar luas, mencakup sekitar 89,5 persen wilayah kota. Hampir setiap perumahan atau kawasan permukiman memiliki halte yang berjarak kurang lebih 500 meter. Ini menunjukkan bahwa transportasi umum di Jakarta sudah merata, setara dengan kota-kota besar di dunia,” pungkasnya.