YANGON (CM) – Pengadilan Myanmar memenjarakan tiga aktivis karena disebut terbukti mencemarkan nama baik atau fitnah terhadap militer selama unjuk rasa anti-perang. Pemenjaraan ini disebut terjadi di tengah meningkatnya isu pengekangan terhadap kelompok sipil.
Dilansir dari Reuters, Jumat (07/12/2018), hakim di Myitkyina, Kachin, Myanmar, memvonis dua pria dan satu wanita bersalah melakukan pencemaran nama baik dan menjatuhi hukuman 6 bulan penjara serta dengan masing-masing 320 dolar.
Lum Zawng, Nang Pu dan Zau Jat ikut dalam demonstrasi di Kachin saat terjadi perang pada April. Perang yang dimaksud adalah serangan militer terhadap para gerilyawan etnis minoritas yang menyebabkan 6 ribu orang terpaksa mengungsi.
“Mereka menggunakan kata ‘militer’ dalam pidato mereka,” kata pengacara salah satu terdakwa, Doi Bu, mengacu pada pidato yang mereka buat saat demonstrasi.
“‘Militer tidak mengizinkan orang meninggalkan zona konflik’,” katanya, mencontohkan dari apa yang dikatakan kliennya.
“‘Militer memblokir orang-orang dari zona konflik’, ‘militer mengancam orang-orang’,” sambungnya. Ketiga orang yang kini divonis bersalah itu telah membantah melakukan kesalahan.
Pertempuran antara pasukan pemerintah dan salah satu kelompok gerilyawan terbesar di negara itu, Tentara Kemerdekaan Kachin, menyebabkan ratusan penduduk di zona konflik terlantar. Pertempuran itu juga memicu protes anti-perang di Myitkyina.
Setelah lebih dari dua minggu, pemimpin pemerintah Aung San Suu Kyi mengirim menteri kesejahteraan sosial, bantuan dan permukiman kembali, Menang Myat Aye, ke daerah itu. Pada bulan Mei, sekitar 150 penduduk desa yang terperangkap diizinkan melewati jalan menuju tempat aman.
Uni Eropa dan kedutaan besar Swedia di Yangon mengecam putusan atas ketiga orang tersebut. Mereka mendesak pihak berwenang untuk meninjau kembali keputusan tersebut.
“Berita mengkhawatirkan bagi masyarakat sipil di Myanmar. Protes untuk perdamaian dan menyelamatkan orang-orang yang terperangkap oleh konflik kekerasan tidak boleh dikriminalisasi,” kata pihak Uni Eropa dalam sebuah pernyataan.
Pihak Amnesty International juga mengkritik putusan tersebut. Merka mengatakan pemenjaraan dari ketiganya mengerikan. “Ini mengirimkan peringatan yang mengerikan,” kata kelompok itu dalam sebuah pernyataan.
Pemerintah Myanmar sendiri sudah membantah ada pelanggaran terhadap hak dari ketiga orang tersebut. Pemerintah mengatakan kasus telah ditangani sesuai dengan hukum