JAKARTA (CM) – Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan meminta Presiden Prabowo Subianto untuk melakukan audit terhadap sistem Coretax yang dikembangkan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan.
Coretax, yang telah dikembangkan selama bertahun-tahun, masih mengalami berbagai kendala dalam implementasinya. Bahkan, pemerintah saat ini terpaksa kembali menggunakan sistem lama karena belum optimalnya kinerja sistem baru tersebut.
“Ini perlu dilihat. Makanya, Presiden lakukan audit saja, kan boleh lihat di mana kurang lebihnya. Apalagi sekarang Coretax dikembalikan lagi pada sistem yang lama,” ujar Luhut dalam acara The Economic Insights 2025 di Jakarta, Rabu 19 Februari 2025.
Selain kendala teknis, Luhut juga menyoroti rasio pajak Indonesia yang hingga kini masih rendah, berkisar di level 10 persen. Ia menilai bahwa persoalan ini perlu ditelusuri secara mendalam untuk menemukan solusi yang tepat, terutama mengingat sistem Coretax menelan anggaran hingga Rp 1,2 triliun.
“Kita harus bertanya kenapa tax ratio kita masih 10 persen saja, kenapa tidak bisa naik. Hal semacam ini perlu kita jawab dengan melakukan audit, sehingga kita tahu di mana masalahnya,” tegasnya.
Sebagai informasi, rasio pajak merupakan perbandingan antara penerimaan pajak dengan Produk Domestik Bruto (PDB). Semakin tinggi rasio pajak, semakin optimal sistem perpajakan suatu negara dalam menarik pendapatan dari sektor pajak.
Namun, meskipun Coretax diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dan optimalisasi pajak, kenyataannya sistem ini masih menghadapi berbagai kendala yang menghambat pencapaian target tersebut.
Sebagai solusi sementara, DJP Kemenkeu dan DPR RI telah sepakat untuk menjalankan sistem Coretax secara paralel dengan sistem perpajakan lama.
Beberapa fitur layanan yang masih berjalan dengan sistem lama antara lain:
- Pelaporan SPT Tahunan sebelum tahun pajak 2025, yang tetap dilakukan melalui e-Filing di laman Pajak.go.id.
- Penggunaan aplikasi e-Faktur Desktop bagi wajib pajak PKP tertentu, sesuai Keputusan Direktur Jenderal Pajak.
Ketua Komisi XI DPR RI, Mukhamad Misbakhun, menegaskan bahwa penggunaan sistem lama sebagai langkah mitigasi bertujuan agar implementasi Coretax tidak mengganggu penerimaan pajak nasional.
“Sebagai antisipasi dalam mitigasi implementasi Coretax yang masih terus disempurnakan, agar tidak mengganggu kolektivitas penerimaan pajak,” kata Misbakhun saat ditemui usai Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (10/2/2025).
DPR RI memberikan kesempatan kepada DJP untuk menyempurnakan sistem Coretax hingga batas akhir pelaporan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT). Sebagai informasi, batas akhir pelaporan SPT adalah:
- 31 Maret 2025 untuk wajib pajak orang pribadi.
- 30 April 2025 untuk wajib pajak badan.
Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan bahwa pihaknya akan terus berupaya menyempurnakan sistem Coretax agar dapat berjalan dengan optimal.
Menurutnya, DJP Kemenkeu secara berkala melaporkan perkembangan perbaikan sistem Coretax, guna memastikan bahwa sistem ini dapat segera diimplementasikan dengan baik tanpa mengganggu penerimaan pajak negara.
Dengan adanya usulan audit dari Luhut, keputusan kini berada di tangan Presiden Prabowo. Jika audit ini dilakukan, maka pemerintah dapat mengevaluasi efektivitas investasi Rp 1,2 triliun dalam sistem Coretax serta menentukan langkah-langkah yang diperlukan agar sistem ini dapat berfungsi optimal dalam mendukung penerimaan pajak nasional.