KOTA TASIK (CM) – Di tengah panasnya terik matahari, semangat para siswa difabel tetap berkobar. Dengan penuh antusias, mereka memperhatikan ratusan ikan yang berenang lincah dalam kolam berbentuk lingkaran yang terbuat dari terpal.
Kegiatan ini diikuti oleh 112 siswa dari Sekolah Luar Biasa (SLB) Yayasan Pendidikan Patriot Tasikmalaya. Bersama para guru pendamping, mereka berpartisipasi dalam program edukasi bioflok yang diselenggarakan di Quranic Science Boarding School Pesantren Al Kautsar Cineam, Tasikmalaya.
Program ini merupakan bagian dari inisiatif Kampus Merdeka Belajar, yang bertujuan untuk memberikan pengalaman belajar aplikatif bagi siswa berkebutuhan khusus sekaligus meningkatkan mutu pembelajaran mereka.
Pesantren Al Kautsar tidak hanya berfungsi sebagai lembaga pendidikan berbasis keagamaan, tetapi juga menjadi pelopor dalam implementasi bisnis digital farming di wilayah Priangan Timur. Salah satu program unggulannya adalah pemanfaatan teknologi bioflok dalam budidaya perikanan.
Teknologi bioflok memanfaatkan limbah nitrogen anorganik beracun, seperti amoniak, yang diubah menjadi bakteri protein untuk dikonsumsi ikan. Sistem ini terbukti ramah lingkungan sekaligus efisien dalam meningkatkan produktivitas hasil budidaya ikan.
Baca juga: Belasan Penyandang Tunadaksa dapat Support dari McD dan PT. KAI Perjalanan Inklusif ke Yogyakarta
Dengan metode bioflok, budidaya ikan dapat dilakukan dengan hemat air, tanpa memerlukan lahan luas, serta bisa diterapkan di berbagai lokasi.
Selain itu, Pesantren Al Kautsar juga bermitra dengan Bank Indonesia melalui program Petani Milenial yang melibatkan santri dalam kegiatan pertanian produktif. Teknologi ini memberikan manfaat yang luas, baik di bidang pendidikan inklusif maupun sektor perikanan dan pertanian.
Kepala Sekolah SLB Yayasan Pendidikan Patriot Tasikmalaya, Eulis Siti Hasanah, S.Pd., menjelaskan bahwa kunjungan ini dirancang untuk memberikan pengalaman belajar langsung kepada siswa difabel.
“Pada momen liburan ini, kami sengaja menyelenggarakan kegiatan edukatif yang bermanfaat. Ini sejalan dengan konsep Kampus Merdeka Belajar. Harapannya, siswa dapat meningkatkan kualitas pembelajaran dan memperoleh kesempatan belajar yang setara,” jelas Eulis saat diwawancarai pada Senin 27 Januari 2025.
Ia menambahkan bahwa pembelajaran berbasis praktik dapat membantu siswa menjadi lebih mandiri dan adaptif. Program ini diharapkan mampu memperkecil kesenjangan pendidikan sekaligus mewujudkan pembelajaran yang lebih kontekstual dan menyeluruh.
“Kurikulum Merdeka Belajar memungkinkan penerapannya di berbagai jenjang pendidikan, termasuk di SLB. Dengan pendekatan ini, siswa difabel bisa mendapatkan keterampilan yang relevan untuk masa depan mereka,” lanjutnya.
Selama kegiatan berlangsung, para siswa diperkenalkan pada sistem bioflok, melihat langsung penerapan teknologi dalam budidaya ikan, serta berinteraksi dengan santri yang aktif di sektor pertanian digital dan peternakan ramah lingkungan.
Baca juga: PT. KAI dan Lanud Wiriadinata Bangun Kemandirian dan Kesetaraan Penyandang Disabilitas
Aril Aryandi, siswa kelas 12 yang merupakan penyandang tuna grahita, menyampaikan rasa bahagianya setelah mengikuti kegiatan edukasi ini di pesantren yang memiliki luas 33 hektare tersebut.
“Saya sangat senang bisa belajar di sini. Saya melihat langsung kegiatan perikanan dan pertanian. Saya ingin mendalami lebih banyak tentang kedua bidang ini,” ungkapnya dengan penuh semangat.
Dudung, salah satu pengelola teknologi bioflok di Pesantren Al Kautsar, menyebutkan bahwa kolaborasi seperti ini membuka lebih banyak peluang bagi siswa difabel untuk memperoleh keterampilan yang dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
“Saya senang bisa berbagi ilmu dengan mereka. Kami juga membuka kesempatan magang bagi siapa saja yang ingin mempelajari teknologi ini lebih dalam,” ujarnya.
Dudung menambahkan bahwa Pesantren Al Kautsar juga menjadi contoh nyata bagaimana pondok pesantren modern mampu berkontribusi dalam pengembangan sektor pertanian berkelanjutan sekaligus memberikan ruang belajar yang inklusif.
“Melalui kegiatan ini, saya berharap semakin banyak lembaga pendidikan yang mengadopsi metode pembelajaran berbasis praktik untuk menciptakan pendidikan yang lebih inklusif dan aplikatif,” imbuhnya.
Pemanfaatan teknologi bioflok tidak hanya menambah wawasan baru bagi siswa difabel, tetapi juga membuka peluang bagi mereka untuk memiliki keterampilan di bidang perikanan dan pertanian.
Program ini membuktikan bahwa pendidikan dapat dirancang agar lebih inklusif dan aplikatif, di mana siswa berkebutuhan khusus dapat belajar dari pengalaman nyata serta mengembangkan keterampilan yang relevan dengan dunia kerja.
Kegiatan ini juga menegaskan peran pesantren modern sebagai pusat inovasi yang dapat memberikan manfaat luas bagi masyarakat, termasuk anak-anak berkebutuhan khusus.
“Kami berharap semakin banyak lembaga pendidikan yang terinspirasi untuk mengadopsi metode serupa sehingga sistem pendidikan yang lebih inklusif dapat terus berkembang di berbagai daerah, khususnya di Tasikmalaya,” tutupnya.