YOGYAKARTA (CM) – Gus Miftah Kembali Beraksi di Pondok Ora Aji, Memborong Dagangan Pedagang Bakso hingga Berdoa untuk Pengkritiknya
Setelah sempat menjadi sorotan karena pernyataannya yang dianggap menghina penjual es teh, Gus Miftah kembali menggelar pengajian di pondok pesantren miliknya, Ora Aji.
Momen ini menjadi sorotan banyak pihak, terutama karena aksinya yang menyentuh hati dan tetap penuh kontroversi.
Dalam acara pengajian yang dihadiri ratusan jamaah itu, Gus Miftah menunjukkan sisi humanisnya dengan memborong dagangan seorang penjual bakso yang hadir.
Kejadian ini bermula saat seorang pedagang bakso dengan suara lantang berteriak, “Saya belum pernah diborong!” kepada Gus Miftah di tengah keramaian.
Mendengar seruan tersebut, Gus Miftah langsung merespons dengan penuh antusias. “Kamu jualan apa?” tanyanya, yang kemudian dijawab oleh si pedagang bahwa ia menjual bakso.
Tanpa berpikir panjang, Gus Miftah langsung memutuskan untuk membeli seluruh dagangan pedagang itu.
“Baksomu di mana? Ya sudah, baksomu tak beli semua,” ujar Gus Miftah sambil tersenyum.
Bakso yang ia beli itu lantas dibagikan kepada para jamaah yang hadir, menciptakan suasana penuh kehangatan di lokasi acara.
Baca Juga: Memasuki TA 2025, Nusron Wahid Tekankan Fokus pada Program Berbasis Dampak Langsung ke Masyarakat
Aksi ini seolah menjadi cara Gus Miftah untuk menegaskan kepeduliannya terhadap pedagang kecil, meskipun ia sendiri sebelumnya sempat mengaku trauma dengan pedagang es setelah insiden viral yang menuai kecaman luas.
Dalam ceramahnya, Gus Miftah bahkan sempat melontarkan candaan, “Yang panggil bakul es siapa? Trauma aku,” ucapnya, disambut gelak tawa dari para jamaah.
Tak hanya memborong dagangan bakso, Gus Miftah juga mengumpulkan para pedagang kaki lima yang hadir di pengajian tersebut.
Ia melontarkan sebuah pertanyaan yang memancing perhatian, “Siapa kiai yang pertama kali punya tradisi memborong dagangan kalian?” Dengan kompak, para pedagang menjawab, “Gus Miftah!”
Ia kemudian mengulangi pertanyaan itu, seolah ingin menegaskan bahwa tradisi tersebut memang dimulai olehnya, sebuah langkah yang diharapkan mampu menginspirasi orang lain untuk lebih peduli terhadap pedagang kecil.
Namun, pengajian ini tidak sepenuhnya berjalan mulus tanpa kritik. Dalam sesi ceramahnya, Gus Miftah menyisipkan doa yang ditujukan kepada mereka yang selama ini menghujatnya.
Dengan nada tulus, ia berkata, “Ya Allah, Ya Rabb. Ampuni dosa-dosa orang yang menghujat saya, ampuni dosa-dosa orang yang mem-bully saya, atas kesalahan dan kekhilafan mereka.”
Ironisnya, doa ini justru memicu reaksi beragam di media sosial. Beberapa warganet menilai bahwa Gus Miftah seharusnya lebih baik berdoa untuk dirinya sendiri daripada memfokuskan doanya pada para pengkritik. Meski demikian, Gus Miftah tampak santai menanggapi gelombang kritik yang kembali mengarah kepadanya.
Pengajian ini menjadi penampilan publik pertama Gus Miftah yang kembali menuai perhatian besar setelah kontroversi sebelumnya.
Sikapnya yang santai menghadapi kritik, dikombinasikan dengan aksi nyata memborong dagangan pedagang kecil, berhasil menciptakan perbincangan hangat di kalangan masyarakat.
Di tengah pro dan kontra yang terus menghampirinya, Gus Miftah tetap teguh pada prinsipnya untuk berdakwah dengan cara yang penuh kepedulian dan humor.
Pengajian kali ini bukan hanya menjadi panggung untuk menyampaikan ajaran agama, tetapi juga panggung untuk menunjukkan sisi lain dari dirinya yang penuh kepedulian terhadap sesama.