News

Egrang; Olahraga, Rekreasi, Kecerdasan dan Kekayaan Budaya

314
×

Egrang; Olahraga, Rekreasi, Kecerdasan dan Kekayaan Budaya

Sebarkan artikel ini
Egrang; Olahraga, Rekreasi, Kecerdasan dan Kekayaan Budaya

BANDUNG, (CAMEON) – Apa yang terpikir ketika disebut egrang? Jawabannya pasti sederhana, permainan tradisional, jauh dari kata gaul apalagi berbasis teknologi.

Memang begitulah kenyataannya. Jenis permainan punya ragam nama ini tidak secanggih gadget, game online atau berbasis aplikasi. Ini sangatlah sederhana.

Permainan tradisional ini memang tak hanya ada di satu daerah saja, masing-masing daerah mermiliki nama berbeda. Tergantung setiap daerahnya.

Egrang sendiri berasal dari bahasa Lampung yang berarti terompah pancung yang terbuat dari bambu bulat panjang. Dalam bahasa Banjar di Kalimantan Selatan disebut batungkau.

Terlepas dari apapun namanya, jenis permainan ini tetaplah layak untuk kamu-kamu kawula muda. Buktinya, dari survey yang dilakukan lembaga independent, para pengunjung car free day Dago lebih banyak menonton jenis permainan ini daripada sepatu roda.

Demikian dibeberkan pendiri Kelompok sosial peduli lingkungan kreatif, Sudarwan (54). Bapak yang menggeluti dunia egrang sejak 40 tahun lalu itu membina komunitas pecinta egrang.

Anggota banyak kawula muda. Lebih dari 250 orang anggota aktif yang menggeluti egrang. Mereka berkumpul dan adu kelihaian memainkan egrang setiap hari Minggu, di Alun-alun Ujung Berung Kota Bandung.

“Saya menyukai egrang sejak kecil. Sejak pemerintah belum peduli. Sekarang, alhamdulillah mulai mengadopsi resmi untuk pertandingan nasional,” ungkap Sudarwan, saat ditemui CAMEON, di Alun-alun Ujung Berung, belum lama ini.

Pria yang pernah memenangkan kompetisi egrang tahun 2012-2013 di Gelora Bungkarno Jakarta ini bercerita, egrang telah resmi menjadi cabang olahraga dan terhimpun dalam naungan Federasi olahraga rekreasi masyarakat Indonesia (FORMI).

Jadi, bermain egrang tak hanya rekreasi belaka. Melainkan, bisa menjadi target untuk mengejar prestasi.

Dulu saat menjadi jawara egrang nasional, dia masuk dalam kategori lari 2 km pake egrang dengan ketinggian 50 cm. Dalam event itu, dia mendapatkan uang cash Rp 15 juta, trophy dan sejumlah piala penghargaan.

Pasca lomba itu, komunitasnya yang beralamat di Jalan sukagalih RT 05/06 kelurahan Pasirjati Kecamatan Ujung Berung Kota Bandung sering diundang oleh lembaga resmi dan berbagai event nasional.

“Bulan Mei kemarin saya jadi tim pelatih cabor egrang di Lembang. Fakultas Seni Budaya Unpad juga setiap tahun rutin mengadakan turnament egrang. Kami selalu diundang,” bangganya.

Disela mengisi waktu, dia dan istrinya membuat ratusan egrang untuk dipakai oleh masyarakat terutama anak-anak dan remaja. Ia ingin, egrang dikenal dan dicintai masyarakat.

“Saya di sini (di Alun-alun Ujung Berung) mengenalkan egrang sambil melatih atlet baru. Setiap sore saya di sini. Kalau setiap Minggu, komunitas pada kumpul. Tumplek banyak orang berkumpul main egrang,” imbuhnya.

Apa yang dilakukannya ini memiliki target sederhana. Egrang ingin menjadi alat olahraga yang akrab dalam pergaulan anak-anak muda.

“Banyak yang bilang egrang sudah tenggelam dan kuno. Kenapa sampai bisa bertahan, itu alasan saya dan komunitas terus di sini,” ujarnya.

Kata dia, mempertahankan aset budaya adalah keharusan.Jangan sampai egrang di musieumkan. Sebagai bangsa Indonesia, sudah selayaknya menjadi pemilik dan pelaku.

“Saya pernah mencoba bawa ratusan egrang di car free day Dago. Ternyata Egrang lebih diminati dibanding sepatu roda. Saya juga pernah mempertontonkan egrang di Gedung Sate, ada 80 turis mancanegara. Semua turis tertarik dengan egrang,” bebernya.

Egrang adalah olahraga praktis dan ekonomis. Semua komponen kecerdasan bisa dimaksimalkan dengan permainan egrang. Bahkan, egrang dinilai ikut mempengaruhi kecerdasan anak.

Jika anak-anak zaman sekarang lebih tertarik untuk memainkan permainan menggunakan gadget atau permainan modern lainnya, yang akan menimbulkan anak-anak tersebut asik bermain sendiri dengan gadgetnya, mereka akan kurang bersosialisasi lingkungan.

Selain manfaat sosialisasi dan berbaur dengan sesama, egrang jelas memberikan kegembiraan. Egrang dapat melatih motorik anak, melatih fokus agar tidak terjatuh dan focus dalam menjalani medan jalan yang dilalui, melatih keseimbangan tubuh anak.

Lebih jauhnya, egrang bermanfaat untuk menjaga budaya bangsa. Semangat kerja keras, keuletan, dan sportivitas. Nilai kerja keras tercermin dari semangat para pemain yang berusaha agar dapat mengalahkan lawannya.

“Sportivitas tercermin tidak hanya dari sikap para pemain yang tidak berbuat curang saat berlangsungnya permainan, tetapi juga mau menerima kekalahan dengan lapang dada,” tandasnya penuh kebanggan. cakrawalamedia.co.id (ginan)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *