KOTA TASIK (CM) – Pengurus Daerah Aisyiyah (PDA) Kota Tasikmalaya menyelenggarakan pelatihan menjahit bagi penyandang disabilitas sebagai bagian dari program pengembangan keterampilan dan pengalaman kerja melalui magang.
Ketua PDA Kota Tasikmalaya, Sunanih, M.Pd., menyampaikan bahwa tujuan utama dari pelatihan ini adalah membekali para penyandang disabilitas dengan keterampilan menjahit agar dapat lebih mandiri secara ekonomi.
“Kami melihat adanya kebutuhan untuk memberdayakan kaum difabel di Kota Tasikmalaya. Oleh karena itu, kami menginisiasi pelatihan ini sebagai upaya untuk meningkatkan keterampilan mereka dalam dunia jahit-menjahit,” ujar Sunanih dalam keterangannya kepada media pada Senin 17 Februari 2025.
Suasana penuh semangat terlihat di Gedung Workshop Menjahit Balai Latihan Kerja Komunitas (BLKK) Pesantren Amanah Muhammadiyah. Seorang instruktur dengan sabar mengajarkan teori pembuatan pola pakaian kepada para peserta difabel.
Para pendamping pelatihan turut aktif mendampingi peserta dalam memahami setiap instruksi yang diberikan. Beberapa pendamping bahkan menerjemahkan materi ke dalam bahasa isyarat guna memastikan setiap peserta dapat mengikuti pelatihan dengan baik.
Dengan penuh ketelitian, peserta mulai menggambar pola baju di atas kain, mengikuti arahan instruktur. Setiap garis yang digoreskan dan setiap potongan kain yang dibuat merupakan langkah awal mereka dalam mengasah keterampilan menjahit.
Program ini diikuti oleh puluhan siswa dan alumni dari berbagai Sekolah Luar Biasa (SLB) di Kota Tasikmalaya. Pelatihan ini mengangkat tema
“Disabilitas bukan batasan, melainkan peluang untuk menemukan potensi sejati. Kemandirian berasal dari keberanian untuk terus melangkah,” ungkapnya.
Baca juga: Mengintip Siswa SLB ABC Lestari saat Memperingati Isra Mi’raj di Pesantren Al Kautsar Tasikmalaya
Instruktur BLKK, Idah Mardiani, didampingi oleh asistennya, Lia Yulianti, menjelaskan bahwa pelatihan ini berlangsung selama 240 jam, dengan jadwal sesi pada hari Senin, Selasa, dan Rabu, masing-masing selama dua jam. Namun, bagi peserta yang memerlukan tambahan waktu, BLKK memberikan fleksibilitas agar mereka dapat benar-benar menguasai keterampilan yang diajarkan.
“Kami memahami bahwa setiap peserta memiliki tantangan tersendiri. Oleh karena itu, kami tidak menetapkan batasan waktu yang ketat. Target kami adalah mereka dapat menghasilkan karya nyata dari pelatihan ini,” ungkap Idah.
Pelatihan ini menggunakan pendekatan individual, di mana setiap peserta mendapatkan bimbingan sesuai dengan tingkat kemampuannya. Pendampingan yang intensif dari instruktur dan asisten menjadi faktor penting dalam keberhasilan program ini.
Kepala Sekolah SLB ABC Insan Lestari, Aris Rahman, turut memberikan apresiasi terhadap program ini. Ia menyampaikan bahwa melatih siswa disabilitas dalam bidang menjahit memang memiliki tantangan tersendiri.
“Kesulitan utama yang kami hadapi adalah keterbatasan motorik dan sensorik pada peserta. Beberapa di antara mereka kesulitan dalam mengoperasikan mesin jahit, mengoordinasikan gerakan tangan dan mata, serta menggunakan alat seperti jarum, benang, dan gunting,” jelas Aris.
Ia menambahkan bahwa keterbatasan tersebut kerap membuat peserta merasa tertinggal dibandingkan dengan individu non-disabilitas. Selain itu, stigma sosial yang menganggap keterampilan menjahit sebagai hal yang sulit bagi kaum difabel juga menjadi tantangan tersendiri.
Aris berharap program ini dapat memberikan motivasi bagi penyandang disabilitas dan mendorong lebih banyak lembaga untuk menyediakan lingkungan belajar dan magang yang inklusif.
“Kami ingin lebih banyak industri yang terbuka untuk menerima tenaga kerja dari kalangan difabel. Selain itu, diperlukan program pelatihan kerja yang berkelanjutan agar mereka memiliki kesempatan yang lebih besar untuk bekerja setelah menyelesaikan pendidikan,” ujarnya.
Baca juga: Kebanggaan Guru SLB dalam Pasanggiri, Hidupkan Warisan Kebaya dan Sinjang Tasikmalaya
Untuk mengatasi tantangan yang ada, beberapa langkah yang perlu dilakukan antara lain memberikan pelatihan bagi instruktur agar lebih memahami kebutuhan penyandang disabilitas, menyediakan alat bantu ergonomis yang sesuai dengan kondisi mereka, serta menjalin kerja sama dengan industri guna menciptakan lingkungan kerja yang inklusif.
Dengan adanya pelatihan menjahit ini, diharapkan penyandang disabilitas di Kota Tasikmalaya mendapatkan peluang lebih luas untuk mandiri secara ekonomi. Program ini membuktikan bahwa keterbatasan fisik bukanlah hambatan untuk berkarya dan berdaya.
“Kami ingin keterampilan yang mereka miliki menjadi simbol harapan dan kemandirian. Setiap jahitan dan potongan kain yang mereka buat bukan sekadar hasil kerja tangan, tetapi juga bukti bahwa disabilitas bukanlah halangan untuk meraih masa depan yang lebih cerah,” pungkas Aris.