KOTA TASIKMALAYA (CAMEON) – Salah satu orangtua murid, Agustin,yang sekaligus Ketua Rukun Warga (RW) setempat, menduga SDN Galunggung telah melakukan praktik pungli.
Menurutnya, itu dibuktikan dengan adanya penjelasan pihak sekolah. Biaya yang dipungut itu untuk pengembangan anak, tetapi pada kenyataannya SD lain juga bisa melakukan kegiatan pengembangan anak tanpa harus melakukan praktik pungutan seperti itu.
“Intinya kami atas nama warga dan orangtua murid meminta menghilangkan praktik itu seperti SD lainnya kan tidak ada praktik itu,” terangnya.
Hal yang sama dikatakan Tetin Desima (37) Warga asli Seladarma, menyebutkan, masuk sekolah ke SDN Galunggung biayanya mahal dan diduga banyak pungutan liar. Untuk itu, ia tidak menyekolahkan anaknya ke SDN Galunggung, padahal lokasi rumahnya dekat dengan sekolah.
“Uang pendaftaran saja Rp. 3.000.000,-, belum infak, biaya beli buku ini buku itu. Pokoknya biaya buku saja tidak kurang dari 400 ribu, bahkan lebih. Itu baru satu semester, belum yang lainnya,” ujarnya usai mempertanyakan dugaan pungutan liar bersama puluhan orangtua murid, Kamis (07/12/2017).
Mending, katanya, kalau buku pelajarannya bisa dipergunakan lagi secara turun temurun. Ini kan tidak. Buku pelajarannya hanya bisa dipergunakan satu semester.
Ia pun membandingkannya dengan sekolah lain yang kualitasnya bagus dan itu tidak ada punggutan. Buku banyak di perpustakaan bahkan diberi pinjaman dari pihak sekolah dan tidak harus dibeli.
“Awalnya, anak saya mau disekolahkan ke SD Galunggung dengan pertimbangan lokasinya masih satu lingkungan, namun lebih memilih SDN lain karena murah dan tidak ada pungutan,” paparnya.
Sementara, Kepala Sekola SDN Galunggung, Nana Hermawan, menepis persoalan ini dan perlu diluruskan. “Saya menaati pada Pelayanan Standar Minimal (SPM) yang murni dibiayai oleh anggaran BOS,” tandasnya.
Selain itu, ada kultur yang sudah berjalan sebelum menjadi kepala sekolah di sini, yaitu kultur pengembangan diri, seperti belajar bahasa Inggris, TIK, PDA, dan belajar lainnya. Kita terpaksa mengambil tenaga pengajarnya, sedangkan dana BOS tidak bisa memenuhi untuk pengembangan diri seperti itu.
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Dinas Pendidikan Kota Tasikmalaya, Achdiat Siswandi, mengatakan, hal ini tidaklah sulit tinggal menjalankan SPM. Keinginan para orangtua murid dan semua yang hadir hanya dua permintaan.
“Pertama di saat PPDB harus memprioritaskan warga sekitar. Kedua, di saat meningkatkan kualitas mutu pendidikan jangan ada penekanan atau disamakan dengan orang yang mampu,” terangnya.
Ia berkeinginan ke depan semua pembiayaan diperingan dan jangan ada tekanan. Pergunakanlah buku yang tersedia di sekolah untuk referensi, sehingga tidak menjadi beban bagi orangtua murid untuk membeli buku.
“Pihak sekolah akan nyaman, tidak akan ada masalah. Itu sebetulnya yang diharapkan orangtua murid dan tidak harus ada pungutan apa-apa,” pungkasnya. (Edi Mulyana)