KOTA TASIK (CM) – Komunitas sosial Metamorfrosa Tasikmalaya Indonesia kembali menjadi sorotan berkat gagasan progresifnya dalam memberdayakan anak-anak dan remaja penyandang tuna rungu (teman tuli).
Kali ini, mereka menggandeng pelaku industri pariwisata, Katara Tour, melalui kegiatan bertajuk “Metamorfrosa Brainstorming”, untuk mendorong terwujudnya pariwisata inklusif di Kota Tasikmalaya.
Acara ini berlangsung di Antre Coffee, Jalan Bantar, Cihideung, Kota Tasikmalaya, pada Sabtu 3 Mei 2025, dihadiri puluhan relawan muda, mayoritas mahasiswi dari berbagai kampus di Tasikmalaya, yang antusias berdiskusi soal peran teman tuli dalam dunia pariwisata.
Menurut Ayu Aura dan Nabila Az Zahra, dua pengurus utama Metamorfrosa, kegiatan ini menjadi langkah awal untuk membuka kesempatan bagi teman tuli agar dapat mandiri secara ekonomi dan aktif memperkenalkan budaya lokal.
“Lewat brainstorming ini, kami ingin teman tuli punya ruang untuk menyalurkan ide-ide mereka. Harapannya, mereka bisa mandiri, berkarya, bahkan menghasilkan pendapatan dari kegiatan wisata,” jelas Ayu.
Metamorfrosa bukan sekadar komunitas, tetapi telah lama dikenal konsisten menciptakan ruang ramah inklusi melalui kegiatan seperti Nongkrong Inklusif, kelas gratis bahasa isyarat, hingga pelatihan keterampilan kerja.
Dalam kolaborasi dengan Katara Tour, mereka merancang pelatihan khusus agar teman tuli bisa menjadi pemandu wisata budaya, mengenalkan seni, tradisi, dan kekayaan alam Tasikmalaya dari sudut pandang yang unik.
“Dengan begitu, teman tuli punya kesempatan tampil dan menghidupkan sektor wisata Tasikmalaya secara berbeda. Ini wujud nyata dari inklusi,” sambung Nabila.
Baca juga: Pelatihan Menjahit Inklusif, Inisiatif PDA Kota Tasikmalaya untuk Difabel
Founder Katara Tour, Ervan Kurniawan, mendukung penuh gagasan ini. Ia menyebut konsep pelibatan teman tuli bisa menjadi proyek percontohan tingkat nasional.
“Kota Tasikmalaya punya potensi budaya yang luar biasa. Bayangkan jika dikemas dalam paket working tour berdurasi 2-3 jam yang melibatkan teman tuli, ini bakal sangat unik. Mungkin satu-satunya di Indonesia,” ujar Ervan.
Dalam pelatihan, Katara Tour mengajarkan bagaimana menyusun paket wisata yang memadukan tiga elemen penting: edukasi, kesenangan (fun), dan nilai (value).
Peserta dari kalangan teman dengar maupun teman tuli diajak memahami bahwa wisata tidak sekadar hiburan, tetapi juga sarana pendidikan dan penghargaan nilai-nilai lokal.
Salah satu peserta, Anasyah, mahasiswi Universitas Siliwangi, mengaku awalnya bergabung sebagai relawan hanya untuk mengisi waktu luang. Namun, pengalaman yang didapatkannya justru lebih bermakna.
“Saya belajar bahasa isyarat gratis di sini, tapi lebih penting, saya bisa berinteraksi langsung dengan teman tuli dan memahami dunia mereka. Relasi sosial saya jadi jauh lebih luas,” ungkapnya.
Program ini tidak berhenti di diskusi semata. Metamorfrosa berencana menjadikan pelatihan sebagai agenda rutin dan berkesinambungan, dengan target mencetak pemandu wisata dari kalangan disabilitas yang profesional dan siap terjun ke industri pariwisata.
Langkah ini sekaligus mendukung program inklusi sosial yang diusung pemerintah daerah. Mengingat makin banyaknya wisatawan berkebutuhan khusus yang datang ke Tasikmalaya, penting bagi daerah ini menyediakan layanan yang ramah dan aksesibel, terutama untuk penyandang tuna rungu.