News

Inilah Peta Politik Dunia Pasca Kunjungan Raja Salman

181
×

Inilah Peta Politik Dunia Pasca Kunjungan Raja Salman

Sebarkan artikel ini
Inilah Peta Politik Dunia Pasca Kunjungan Raja Salman

JAKARTA, (CAMEON) – Raja Salman bin Abdulaziz al-Saud tiba di Bandara Halim Perdanakusuma Jakarta Indonesia, Rabu (1/3/2017) sekitar pukul 12.45 wib. Lantas, apa maknanya atas kunjungan sang Raja?

Direktur Pusat Kajian Timur Tengah dan Islam UI (PKTTI-UI) Abdul Muta’ali, Ph.D. penuh semangat. Dalam talkshow di TVOne, Rabu (1/3) secara live Abdul menyebut, Raja Salman telah menorehkan sejarah baru bagi peradaban.

Abdul mengatakan, setelah kunjungan terakhir tahun 1970 lalu, hubungan Arab Saudi dan Indonesia hanya sebatas kerjasama biasa.

Padahal, kata dia, Arab Saudi dan Indonesia punya historis sejarah yang tinggi. Arab Saudi bersama sejumlah negara Arab lainnya adalah yang pertama mengakui kemerdekaan Indonesia tahun 1945 silam.

“Arab Saudi bukan bangsa lain bagi Indonesia. Sejak kunjungan 47 tahun lalu itu, belum ada raja yang mau menginjakan kakinya ke Indonesia,” katanya.

Padahal, keduanya bisa sangat potensial membangun alianssi yang sangat kuat. Membangun diplomasi Jakarta-Riyadh yang bukan hanya atase agama. “(Dulu) saya khawatirkan Indonesia masih diabaikan,” ujarnya.

Namun, kedatangan Raja Salman di Jakarta pada Rabu (1/3) sing inni menjadi antitesis. Kekhawatiran dia berangsur sirna.

“Kedua negara bukan hanya persamaan promodialisme, tetapi akan menjadi mitra strategis. Keduanya (Indonesia dan Arab Saudi) sama-sama menguntungkan,” imbuhnya.

Ia memaparkan masalah dunia, terutama permasalahan yang ada di kawasan dunia Islam. Selama ini, Arab Saudi bukan menjadi lagi pemutus akhir dari suatu konflik.

Ketika ada konflik negara Islam, akan selalu menghadirkan Washington dan Moskow yang naik panggung. Ibu Kota Amerika dan Rusia ini selalu menjadi penentu kebijakan akhir.

“Blok kapitalis dan blok sosialis. Selalu ini. Padahal, Arab Saudi dan Indonesia bisa membangun aliansi yang baru,” katanya.

Abdul menjelaskan, membangun gerakan non blok bukan sekedar menjadi penonton. Bukan hanya menjadi yang setia melihat kemesraan antara Cina-Rusia dan Amerika-Israel.

Mereka tidak malu terlihat mesra, dua blok tersebut. Mereka membangun aliansinya berdasarkan primordialisme.

Seharusnya, progresifnya Indonesia dan Arab Saudi akan menjadi kiblat baru dan alternatif antara aliansi Moskow dengan Beijing atau Amerika dan Israel. “Kita bisa membuat wacana dunia yang lebih baik. Bukan blok moskow dan washington,” jelasnya.

Masa depan suatu negara ke depannya, jelas dia, perlu ada penguatan kerjasama dalam banyak hal. Urusan ketahanan nasional hampir semua negara bukan hanya masalah alutista, tetapi juga kekuatan ekonomi.

“Arab Saudi dan Indonesia akan sangat menguntungkan. Di saat Amerika dan Rusia sibuk dengan masalahnya sendiri, ada Asean, ada Liga Arab dan ada dunia Islam,” tandasnya. (Ginan)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *