Ada saja cerita baru setiap hari yang berkaitan dengan Covid-19. Semua kepala punya cerita beda-beda, tergantung posisi, jabatan dan latar belakang. Lalu ceritanya mengalir deras, saling bersahutan, dalam obrolan di warung kopi (yang masih buka), dalam status media sosial hingga group whatsup.
Sejak awal tahun ini, semua kalangan, mulai rakyat hingga pejabat, membahas berbagai teori mengenai corona. Lalu berangsur hari, bahasan serempak mengarah pada pengamatan kinerja pemerintah dalam menangani krisis wabah.
Waktu berlalu cepat. Kita ramai dengan kedatangan WNI yang merupakan awak kapal liar negeri. Ada kisah karantina. Lalu, kepanikan merajalela dimana-mana, mulai pejabat
publik hingga rakyat jelata.
Dulu, banyak yang meremehkan penyebaran virus ini. Lalu belakangan banyak yang ketakutan luar biasa. Dan sekarang, sejumlah pihak sudah merasakan kejenuhan. Bahkan, PSBB yang digadang-gadang sejumlah daerah, sudah mulai dirasakan ketidakseriusannya.
Semua yang dulu tergagap karena Corona kini perlahan sudah mulai biasa. Toko-toko dan warung-warung mulai terlihat buka kembali, mesjid perlahan ramai
lagi dan mungkin angkutan umum segera menyusul beroperasi.
Apalagi yang akan membuat kita tergagap. Angka-angka perkembangan Corona yang beberapa pekan lalu dipantau bersama dan didiskusikan kini mulai hilang dari peredaran. Pun dengan kabar kematian akibat virus ini sudah mulai dianggap biasa.
Malah sekarang, orang-orang memperhatikan cerita lain karena Corona ini. Misalnya tentang pembahasan PHK, tentang rekening listrik yang membengkak, bantuan sosial yang tumpang tindih, kelaparan, THR dan hari raya.
Karena satu virus, semua tatanan kehidupan seketika rusak. Banyak diantara kita tidak siap dengan perubahan ini. Belum siap move on dengan tatanan perubahan peradaban. Walhasil, semua tatanan yang sudah terbiasa dulu-dulu, berusaha dibangun kembali.
Entahlah, sepertinya kita memang masih belum bisa meraba arah peradaban baru itu. Kita yang tergagap karena corona kemarin, kini sudah mengarah ke normal lagi. Nyatanya, kita belum mau warna merah semua dalam kelender. Kita belum siap jalanan sepi dan kita belum siap meninggalkan interaksi langsung dengan sesama manusia.
Pada akhirnya, saya sebagai rakyat hanya berharap, pemerintah bisa melakukan re-strategi jitu penanganan wabah ini. Revitalisasi lagi semua stakeholders yang ada. Bisa kok. Saya haqqul yaqin, bisa.
PSBB jika dianggap belum berhasil, bisa dievaluasi. Lockdown jika dianggap berat, bisa dilakukan cara lain. Rakyat yang sempat mengalami kejenuhan aktivitas dirumah, bisa dicharger lagi. Dan petugas medis yang seeing berjuang akan kembali semangatnya.
Perlihatkan strategi briliant pemerintah yang efektif dan berpengaruh. InsyAllah, rakyat mah akan nurut sama pemerintah. Walapun kepercayaan semakin menurun, toh pilihan nurut sama pemerintah tetap akan jadi opsi yang akan dipilih.
Biar terlambat asal semua selamat. Tak apa para pejabat tergagap sesaat. Kita rakyat, akan tetap khidmat walaupun kepercayaan sudah diangka keramat.