CIMAHI, (CAMEON) – Ketiga pasangan calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Cimahi di Pilkada 2017 resmi menyampaikan Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN) kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Tercatat, di antara calon lain, Atty Suharty yang memiliki kekayaan paling besar yakni Rp 9 miliar lebih.
Berdasarkan data KPK di laman kpk.go.id pada Rabu (9/11/2016), Atty memiliki total harta Rp 9.080.223.294. Jumlah tersebut lebih banyak Rp 2 miliar dibandingkan harta yang Atty laporkan pada 2012, ketika mencalonkan diri sebagai Wali Kota Cimahi untuk periode 2012-2017. Saat itu, harta yang dilaporkan Atty berjumlah Rp 7.033.845.344.
Pasangan Atty pada Pilkada Cimahi 2017, Achmad Zulkarnain melaporkan total harta kekayaan berjumlah Rp 519.512.899. LHKPN dari kedua calon pasangan nomor urut satu di Pilkada Cimahi 2017 itu diterima KPK pada 4 Oktober 2016.
LHKPN milik pasangan nomor urut dua, yakni Asep Hadad Didjaya dan Raden Adjeng Irma Indriyani diterima KPK pada 30 September 2016. Hadad melaporkan total harta kekayaan berjumlah Rp 3.015.702.066, sedangkan kekayaan Irma berjumlah Rp 178.738.853.
Adapun pasangan nomor urut tiga, yaitu Ajay Muhammad Priatna dan Ngatiyana diketahui melaporkan LHKPN kepada KPK pada 26 September 2016. Calon Wali Kota Ajay melaporkan harta berjumlah Rp 7.986.978.463, sedangkan calon wakil wali kota Ngatiyana melaporkan kekayaan berjumlah Rp 542.000.000.
Ketua Komisi Pemilihan Umum Kota Cimahi, Handi Dananjaya menyatakan, telah berkoordinasi dengan KPK, selaku instansi yang mengakomodir LHKPN. Menurut Handi, KPK akan menganalisa LHKPN milik seluruh peserta Pilkada serentak tahun 2017, yang diselenggarakan di 101 daerah.
“LHKPN ini dianalisa KPK, apakah laporannya rasional atau tidak. Hasilnya nanti akan disampaikan kepada kami, termasuk untuk harta bergerak berapa dan harta tidak bergerak berapa. Akan tetapi, yang wajib menyampaikan kepada masyarakat adalah pasangan calon peserta Pilkada, bukan KPU atau KPK,” kata Handi.
Menurut dia, seluruh peserta Pilkada Cimahi 2017 wajib mengumumkan harta yang dimilikinya kepada masyarakat. Hal tersebut, kata dia, sebagai bentuk transparansi calon penyelenggara negara.
“Aturan yang sekarang itu kan mengharuskan untuk transparan, baik kami sebagai penyelenggara Pilkada maupun para pasangan calon sebagai peserta Pilkada,” katanya.
Tidak hanya mengenai harta kekayaannya, Handi menambahkan, setiap pasangan calon peserta Pilkada juga harus transparan mengenai penggunaan dana kampanyenya. Tuntutan transparansi tersebut diharapkan dapat menciptakan kepala daerah yang bersih dan jujur.
“Jangan sampai orang yang terpilih ternyata tidak klop menyampaikan harta kekayaannya kepada KPK, karena ternyata LHKPN yang dilaporkan sebagai calon peserta Pilkada berbeda dengan harta yang sebenarnya. Nah, ketika sudah menjadi pejabat ternyata ada harta yang enggak klop dengan LHKPN, kan itu sudah merupakan hal yang tidak jujur,” tuturnya. (Rizki)