Di negara kita Indonesia, setiap tanggal 22 Desember diperingati sebagai hari ibu. Ditetapkannya hari itu sebagai hari ibu lahir dari goresan sejarah kaum perempuan dalam mengambil andil untuk berpartisipasi dalam memperjuangakan kemerdekaan negara kita. Tepat pada tanggal tersebut di tahun 1928 telah diadakan kongres perempuan pertama yang bertempat di Jogjakarta. Pada hari itu, pemimpin perempuan dari berbagai organisasi berkumpul untuk bersatu dan berjuang untuk kemerdekaan dan memperbaiki nasib perempuan di Indonesia. Namun, seiring dengan berjalannya waktu makna hari ibu telah mengalami deviasi menjadi sebuah hari dimana hari itu para ibu dimuliakan, diberi hadiah bunga dan berbagai bentuk pemuliaan lainnya.
Tak ada yang salah dengan hari ibu, Islam sejak awal keberadaannya yang dibawa oleh Rasulullah SAW sudah sangat memuliakan kedudukan seorang ibu. Tengok saja hadist yang sudah sangat kita kenal, bagaimana kedudukan seorang ibu begitu dimuliakan.
Dari Abu Hurairah r.a, Rasululloh saw bersabda, “Seseorang datang kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, kepada siapakah aku harus berbakti pertama kali?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Dan orang tersebut kembali bertanya, ‘Kemudian siapa lagi?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi?’ Beliau menjawab, ‘Ibumu.’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi,’ Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Kemudian ayahmu.’” (HR. Bukhari no. 5971 dan Muslim no. 2548)
Imam Al Qurthubi menjelaskan bahwa hadist tersebut telah menunjukkan bahwa kecintaan dan kasih sayang terhadap seorang ibu harus tiga kali lipat besarnya dibandingkan terhadap seorang ayah. Nabi Muhammad SAW menyebutkan kata ibu sampai tiga kali sementara ayah hanya satu kali saja. Hal ini disebabkan kesulitan seorang dalam menghadapi masa kehamilan, melahirkan dan kesulitan saat menyusui dan merawat anak yang hanya dialami seorang ibu. Ketiga bentuk kehormatan ini hanya dimiliki oleh seorang ibu, dan ayah tidak memilikinya.(Tafsir Al-Qurthubi X : 239)
Di dalam Al qur’an pun terdapat beberapa ayat yang menunjukkan bagaimana Islam sangat menjunjung tinggi peran seorang ibu. Kita bisa melihat misalnya yang terdapat di dalam QS Al Ahqaaf ayat 15
“Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdo’a: “Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri ni’mat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai. berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri.”
Juga terdapat di dalam QS. Luqman : 14
“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepadaKu dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepadaKu-lah kembalimu.”
Masih banyak ayat-ayat lain yang ada hubungannya dengan kewajiban kita menghormati orang tua serta keuatamaan orang tua di dalam Islam. Ini menunjukkan peran seorang ibu memang sangat berarti bagi pertumbuhan dan perkembangan seorang anak.
Mengapa kedudukan ibu itu begitu mulia, kalau kita cermati dari kedua ayat di atas terdapat tiga pekerjaan seorang ibu yang tidak mungkin dilakukan oleh seorang ayah. Dan ketiga pekerjaan itu merupakan pekerjaan yang sangat berat. Namun apabila pekerjaan itu dilakukan dengan sabar dan dalam rangka mencari ridlo Alloh SWT maka pekerjaan itu merupakan bagian dari jihad seorang ibu dimana pahala dari Allah SWT tentulah sangat besar. Ketiga pekerjaan yang tak mungkin bisa dilakukan oleh pria itu adalah hamil, melahirkan dan menyusui.
1 Ibu Mengandung Bayi
Allah SWT memberikan pekerjaan mengandung bayi hanya pada perempuan. Hanya perempuanlah yang di dalam perutnya dititipi rahim.
“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim)”(23:12-13).
Di dalam rahim itulah janin akan tumbuh dan berkembang dengan mendapat asupan oksigen dan makanan dari sang ibu. Selama 9 bulan lebih sang ibu menbawanya kemana-mana dalam kondisi berat dan berpayah-payah. Karena selain fisik yang terasa berat perubahan psikis juga akan dirasakan oleh sang ibu.
- Ibu Melahirkan Bayi
Saat bayi dalam kandungan sudah sempurna bentuknya dan sudah tiba saatnya untuk lahir ke dunia, sang ibu harus berjuang mempertaruhkan nyawanya untuk mengeluarkan bayi tersebut. Proses yang biasa disebut melahirkan adalah proses yang menyakitkan.
Melahirkan adalah sebuah proses yang sakit luar biasa terutama di detik-detik akan mengeluarkan sang bayi. Proses yang amat terangat sakitnya ini biasa disebut saat-saat kontraksi, saat sang bayi mendapatkan pintu yang lebar untuk dapat keluar dengan mudah. Seorang ibu yang sedang menahan sakit saat melahirkan sampai tidak sadar menggigit orang yang ada di dekatnya karena sakit.
- Ibu Menyusui dan Mengasuhnya
Setelah melahirkan perjuangan ibu tidak selesai sampai di situ saja ternyata, ia harus mengurusi bayinya, menyusui hingga dua tahun. Paska melahirkan, terkadang seorang ibu harus rela begadang semalaman demi anak tercintanya. Memandikan, menyusui, menceboki, menidurkan adalah pekerjaan yang cukup melelahkan, menyita banyak energi dan emosi.
- Ibu Mendidik Anak
Pendidikan anak di usia awal-awal kelahirannya sangatlah penting untuk perkembangan dan pertumbuhan seorang anak. Kedekatan seorang anak tentunya lebih kepada ibunya dibanding ayahnya. Jika si ibu tidak bekerja di luar rumah, seorang anak akan setiap saat mendapatkan belaian sang ibu. Sedangkan ayah yang banyak bekerja di luar rumah untuk mencari nafkah terkadang jarang bertemu dengan sang anak.
Seorang ibu yang mendidik anaknya pada hakekatnya ia sedang membangun sebuah peradaban, karena ia sedang mendidik anak-anak yang akan menjadi penentu peradaban. Di sini peran ibu sebagai pendidik utama dan pertama sangatlah berperan untuk optimalisasi perkembangan dan pertumbuhan anak.
Ketiga peran yang sangat penting itu hanya bisa dilakukan oleh seorang ibu, sementara peran keempat yaitu sebagai pendidik, seorang ayah tentu juga harus banyak mengambil peran, Meski demikian ketika di usia dini peran ibu sangat dominan dalam hal mendidik anak. Itulah mengapa seorang ibu memiliki peran yang teramat tinggi di dalam Islam. Karena pengorbanan seorang ibu tidak mungkin tergantikan oleh apa pun. Maka jelaslah mengapa ada hadist yang mengungkapkan bahwa ridla Allah itu tergantung dari ridla kedua orang tuanya.
Dari Abdullah bin ‘Amr beliau berkata; Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda; Ridha Allah pada ridha orang tua dan murka Allah pada murka orangtua (H.R.Al-Baihaqy).
Wallohu’alam
Penulis: Ida Tahmidah, Staff Biro Kajian Perempuan, Anak dan Keluarga BPKK PKS Kota Cimahi (Bidang Perempuan dan Ketahanan Keluarga)