BANDUNG, (CAMEON) – Sekitar 687 Bencana yang terjadi pada periode bulan Januari hingga Juni di Tahun 2016. Berdasarkan data yang dihimpun, pada periode Januari hingga Mei bencana longsor terjadi paling banyak, yaitu sekitar 295 kejadian. Selanjutnya adalah bencana banjir sekitar 121 kejadian, puting beliung 109 kejadian, kebakaran 96 kejadian dan gempa bumi 16 kejadian.
Menurut Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jawa Barat, R. Haryadi Wargadibrata, untuk bulan Juni jumlah bencana di Jawa Barat hanya mencapai 50 bencana. “Banjir sudah berkurang tentunya, sehingga jumlah bencana juga berkurang,” ungkapnya kepada wartawan di temui di kantornya, Selasa (12/7).
Sampai bulan Mei, jumlah korban yang menderita, 43.178 orang. Jumlah korban yang meninggal mencapai 22 orang, jumlah korban yang luka-luka mencapai 55 orang dan hilang hanya 3 orang. Sedangkan untuk kerugian mencapai sekitar Rp 17 Miliar.
Dia menjelaskan, paling banyak kerusakan yang terjadi merupakan kerusakan ringan yang mencapai 838 tempat tinggal. Untuk kerusakan berat dan sedang hampir setara, yaitu sekitar 500 tempat tinggal. Sedangkan sarana lainnya yang rusak adalah sarana sekolah yang mencapai 43 sekolah.
“Untuk bencana tahun lalu paling banyak terjadi adalah bencana kebakaran sekitar 192 kejadian dan kedua adalah tanah longsor sekitar 178 kejadian bencana,” jelasnya.
Terkait jumlah, kata dia, jauh lebih sedikit tahun lalu di bandingkan tahun sekarang. Tahun lalu, Jawa Barat hanya terjadi bencana sekitar 532 bencana. Terkait bencana yang ada di Jawa Barat, Badan Penanggulangan Bencana Nasional (BPBN) di tahun 2013, Kabupaten Cianjur merupakan wilayah yang paling tinggi tingkat kerawanannya. Lalu, Kabupaten Garut dan Kabupaten Sukabumi. Sedangkan untuk yang paling rendah kerawanannya adalah Kota Depok.
Sedangkan menurut Pengamat dan Dosen ITB, T. Bactiar berdasarkan pembentukannya Kota Bandung sangat rawan dari bencana, terutama bencana longsor dan gempa bumi. Di mana tanah yang ada Bandung tidak stabil untuk dibangun sebuah bangunan.
“Untuk konstruksi tanah di Bandung itu mirip dengan pasir di mana tanah tersebut cukup kurang baik untuk dibangun sebuah bangunan,” ungkapnya.
Ditambah lagi dengan tata kota yang berantakan, saluran yang tak begitu mampu meminimalisir dampak banjir cileuncang. Hal itu seakan menjadi tak berkesudahan untuk Citarum bagian Bandung Selatan. Dia mengungkapkan, perlu ada pola hidup masyarakat yang baik guna mencegah terjadi bencana lanjutan.
“Di sisi lain, pemerintah juga perlu ikut andil dalam pengawasan prilaku masyarakat ini. Jangan sampai menambah risiko terjadinya bencana,” pungkasnya. cakrawalamedia.co.id (Nta)