Kolom

Hanya Menggugurkan Kewajiban

1740
×

Hanya Menggugurkan Kewajiban

Sebarkan artikel ini
psbb hanya menggugurkan kewajiban

Ini hanya alasan yang dibuat oleh orang malas. Apalagi jika bukan sekedar menggugurkan kewajiban. Tidak ada nilai tambah. Tidak ada yang istimewa.

Kalimat menggugurkan kewajiban pertama kali terlontar dari orangtua, dulu ketika saya masih kecil. Saat disuruh shalat subuh usai ketiduran setelah sahur. Dengan langkah gontai, saya mengambil wudhu sekali basuhan, lalu sububan dengan secepat kilat, dan kembali tidur.

“Si Jajang mah hanya menggugurkan kewajiban,” omelan ibu yang dulu, sering kudengar begitu, nyaris tidak diindahkan. Dianggap angin lalu.

Kini baru kuketahui, istilah tersebut ternyata sangat erat kaitannya dengan keilmuan manajemen terapan. Kira-kira kesimpulannya begini, jika hanya menjadi pribadi yang sekedar menggugurkan kewajiban, maka bersiaplah jadi orang kebanyakan.

Tidak ada yang spesial. Jauh dari kata unggul dan prestasi. Apalagi mendekati excellent. Tidak. Orang yang hanya menggugurkan kewajiban semestinya takdir tidak akan mengarahkannya pada sesuatu yang luar biasa.

Dalam pekerjaan, dalam bisnis ataupun dalam hal ibadah. Saat bulan suci datang misalnya, orang hanya menggugurkan kewajiban. Tidak melaksanakan ibadah lain seperti tarawih, tilawah Quran atau kajian ilmu.

Orang yang berprinsip hanya menggugurkan kewajiban, tidak akan mengenal nilai lebih. Asal ada dan asal absen. Asal terlihat batang hidungnya. Sudah cukup puas begitu saja. Dan, akan selalu ada seribu satu alasan untuk membenarkan aksi gugur kewajiban sajanya itu.

Aih, hal yang menggelikan ternyata terlihat dalam kehidupan. Pribadi yang hanya berprinsip menggugurkan kewajiban, berpengaruh besar pada institusi dan lembaga yang dibawa.

Saya sebutkan satu saja, yang mudah dilihat dijaman epidemi Covid-19 sekarang ini. Kemarin misalnya, sepanjang jalan dari Bandung ke Tasikmalaya, saya banyak melihat posko Covid-19 dengan beragam institusi.

Spanduk aneka imbauan mencegah Covid-19 berjejer. Beragam foto dan logo. Ada juga perusahaan swasta yang ikut meramaikan. Tapi, saat coba berhenti di posko itu, kosong molompong.

Ada sih beberapa posko yang terlihat orang berjaga, tapi saya masih mencari jawaban yang masuk akal, fungsi mereka ngapain. Beberapa orang yang berjaga di posko tertulis siaga itu hanya sibuk berinteraksi dengan HP-nya.

Tapi biasa aja. Tidak ada yang memperhatikan juga. Bukan sesuatu yang istimewa dan akan mempengaruhi hajat hidup orang banyak. Mereka nongkrong sambil ngabuburit, dan itu bukan masalah bagi siapa pun.

Mereka hanya menggugurkan kewajiban sebagai institusi. Dan saya sebagai rakyat, melihatnya juga tidak lebih dari sekedar menggugurkan keingintahuan. He..he…

Selamat menggugurkan kesunnahan. Eh, kewajiban.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *