Kolom

Kelimpahan Informasi dalam Kaitannya dengan Polemik Kebangsaan

280
×

Kelimpahan Informasi dalam Kaitannya dengan Polemik Kebangsaan

Sebarkan artikel ini

Revolusi industri 4.0 menjadi isu populer yang marak dikampanyekan di Indonesia dewasa ini. Kita melihat banyak sektor kelompok kemasyarakatan yang membicarakan wacana Industri 4.0. Atau jika melirik langkah Kementerian Perindustrian dalam rilis suara.com per-tanggal 16 Desember 2019, Indonesia telah menjadi mitra resmi Hannover Messe 2020 dan siap mengenalkan peta Making Indonesia 4.0 kepada dunia.

Fokus dari revolusi industri 4.0 ialah otomasi dan pertukaran data aktual. Salah satu rancangan pembangunan revolusi industri 4.0 ialah Internet of Thing (IoT), dimana pengembangan sistem dengan pendekatan internet termasuk pengembangan teknologi informasi. Walaupun permasalahan sumber daya manusia dan pemerataan pembangunan di Indonesia belum merata, pemerintah mantap untuk melakukan perubahan dalam upaya Making Indonesia 4.0.

Dalam hal informasi, perkembangan dunia internet sangat berpengaruh dalam pola komunikasi serta media yang dipergunakan oleh rakyat Indonesia. Terbukti memang masyarakat dipermudah ketika membutuhkan suatu data informasi melalui berbagai media yang ada. Namun dampak dari pesatnya perkembangan media informasi dan beragam sajian informasi yang ditawarkan akhirnya berakibat pada kelimpahan informasi.

Dunia globalisasi dan kemajuan pesat teknologi memberikan kemudahan akses pada media-media informasi. Selama 60 detik, terdapat 2,4 juta orang berselancar di google, 700 ribu orang mendaftar di facebook, 2,78 juta video ditonton di youtube, 20 juta pesan terkirim di whatsapp (indonesiasatu.co, 23/11/2016). Dengan data berjumlah demikian, tentunya memuat pesan berita dan aliran informasi yang juga dalam volume yang besar.

Fenomena kelimpahan informasi merupakan bentuk lanjutan dari era disrupsi. Peter Diamandiss (2012), co-founder Singularity University mengatakan bahwa kita akan sampai pada era keberlimpahan (abundance) atau era free/ sharing economy. Dimana semua hal mengalami keberlimpahan dan harga barang menjadi sangat murah.

Dalam hal informasi, keberlimpahan informasi dapat memiliki dampak negatif. Keadaan kelimpahan tersebut akhirnya mematikan nalar pendalam informasi secara kritis dikarenakan informasi yang kita terima sudah terlalu besar. Akhirnya simpulan yang diambil mengenai topik berita sangat cepat diputuskan yang kemudian memunculkan variasi persepsi dalam jumlah yang besar pula.

Indonesia memiliki jumlah penduduk sekitar 260 juta jiwa, itu menjadikan Indonesia sebagai negara dengan kepadatan penduduk terbesar keempat di dunia. Wilayah yang luas dengan beribu pulau yang ada, Negara Indonesia memiliki penduduk dengan komposisi etnis yang bervariasi dengan ratusan suku dan budaya yang ada. Meskipun demikian, salah satu pilar Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah bhinneka tunggal ika atau diartikan menjadi walaupun berbeda-beda tetapi tetap satu jua.

Perkembangan teknologi informasi yang begitu pesat ternyata tidak menghapuskan fanatisme ke-sukuan pada beberapa kelompok, sehingga isu SARA; suku adat, agama, ras dan antar golongan masih sering menjadi penyebab konflik yang terjadi di masyarakat.

Hal yang dihawatirkan terjadi ialah adanya degradasi daya kritis-analisis masyarakat terhadap informasi, sehingga apabila terpantik dengan isu-isu yang mengaitkan primordial golongan maka konflik dengan sangat mudah tersulut.

Kita telah melihat contoh yang terjadi Desember 2019 lalu mengenai konflik yang terjadi di Papua antara suku asli dan pendatang. Konflik tersebut menewaskan sedikitnya 113 orang dan ratusan orang luka-luka. Setelah ditelusuri, sumber dari konflik tersebut adalah berita hoaks yang tersebar secara cepat di media sosial. Sehingga reaksi yang timbul juga spontan tanpa validitas kebenaran data.

Di satu sisi, keragaman budaya menjadi kekayaan bagi Indonesia. Luas wilayah yang ada juga menjadikan Negara Indonesia memiliki banyak sumber daya alam. Namun ancaman terhadap persatuan dan kesatuan bangsa juga tak bisa dipungkiri terus menerus terjadi. Sudah selayaknya sebagai bagian dari rakyat Indonesia maka menjaga keutuhan bangsa adalah tugas seluruh masyarakat, seluruh kelompok adat serta seluruh agama dan aliran kepercayaan yang ada di Indonesia.

Dengan tetap berpegang teguh pada pilar kebangsaan bhinneka tunggal ika, Indonesia memiliki potensi keberhasilan tinggi dalam menuntaskan misi Making Indonesia 4.0. Masyarakat dapat mengikuti pertumbuhan pesat teknologi informasi tanpa menciderai kesatuan dan persatuan nasional.

Penulis: Agus Riyanto M(Politeknik STTT Bandung)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *