KOTA TASIK (CM) – Universitas Perjuangan (Unper) Tasikmalaya kembali menunjukkan komitmennya terhadap isu kemanusiaan, khususnya terkait pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas.
Bertempat di Auditorium Gedung Mashudi, Jalan Peta No.177, Kelurahan Kahuripan, Kecamatan Tawang, Kota Tasikmalaya, Jawa Barat, kampus kebanggaan masyarakat Tasikmalaya ini mengadakan Workshop Bahasa Isyarat bertema “Tanpa Suara Penuh Makna”, pada Sabtu, 17 Mei 2025.
Kegiatan ini merupakan hasil kolaborasi antara Program Studi Manajemen, Fakultas Ekonomi Unper dengan komunitas Metamorfrosa Indonesia — sebuah organisasi sosial yang aktif dalam isu tunarungu di Tasikmalaya.
Tujuan dari workshop ini adalah untuk meningkatkan pemahaman mahasiswa dan masyarakat tentang pentingnya bahasa isyarat sebagai sarana komunikasi inklusif dengan penyandang disabilitas pendengaran.
Baca juga: Dari Workshop ke Aksi Nyata, Inisiatif Inklusif HIPMI dan Kopi Siloka
Rektor Unper, Dr. H. D. Yadi Heryadi, Ir., M.Sc., dalam sambutannya menegaskan bahwa pihaknya berkomitmen penuh untuk mendorong terciptanya kebijakan dan aksi nyata guna menjadikan Kota Tasikmalaya sebagai kota yang inklusif, yakni kota yang ramah bagi seluruh warganya tanpa terkecuali.
“Kami mendukung penuh visi inklusivitas dari Pemerintah Kota Tasikmalaya. Dukungan ini tak hanya datang dari level pimpinan dan fakultas, namun juga dari para mahasiswa. Inisiatif dari Prodi Manajemen ini merupakan langkah awal yang patut diapresiasi,” ungkapnya kepada awak media.
Yadi juga menyampaikan bahwa kampus saat ini sedang melakukan berbagai pembenahan untuk menunjang aktivitas mahasiswa penyandang disabilitas, mulai dari penyediaan aksesibilitas fisik seperti jalur landai dan fasilitas penunjang lainnya, hingga layanan akademik dengan teknologi asistif dan pendampingan belajar.
“Kami memiliki lulusan dengan kebutuhan khusus, dan kami berusaha memfasilitasi mereka agar tetap aktif secara akademik. Meski belum ideal, kami terus berbenah agar kampus ini benar-benar menjadi tempat yang inklusif,” ujarnya.
Rektor juga menyampaikan rasa bangga terhadap semangat dan kepedulian mahasiswa yang menggelar kegiatan ini. Menurutnya, kegiatan seperti ini menjadi wujud nyata dari implementasi nilai karakter dan kepedulian sosial dalam dunia pendidikan.
“Saya sangat menghargai kreativitas mahasiswa dalam menghadirkan kegiatan seperti ini. Workshop ini bukan hanya acara formal, melainkan upaya untuk menanamkan nilai kemanusiaan dan empati di lingkungan kampus,” tambahnya.
Apresiasi juga datang dari Aris Rahman, M.Pd., seorang pegiat disabilitas dari Paguyuban Pegiat Disabilitas Tasikmalaya (Papeditas).
Ia menegaskan urgensi penyebaran pemahaman bahasa isyarat, terutama dalam layanan publik seperti rumah sakit dan pusat kesehatan.
“Petugas medis yang tidak menguasai bahasa isyarat akan kesulitan menangani pasien tunarungu. Salah komunikasi bisa berujung pada kesalahan diagnosis. Inilah pentingnya pelatihan semacam ini,” kata Aris.
Ia menambahkan bahwa pelatihan serupa seharusnya dijadikan agenda rutin di berbagai sektor — pendidikan, kesehatan, hingga layanan pemerintahan — agar prinsip inklusivitas benar-benar menjadi bagian dari budaya pelayanan, bukan sekadar slogan.
Sebagai salah satu perguruan tinggi terkemuka di wilayah Priangan Timur, Unper memegang peran strategis dalam menanamkan nilai-nilai keberagaman dan kesetaraan kepada generasi muda.
Komitmen Unper terhadap pendidikan inklusif ini sejalan dengan amanat Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas.
“Melalui workshop bertajuk Tanpa Suara Penuh Makna, Unper tidak hanya mengajarkan teori, tetapi juga mewujudkan inklusi sosial dalam praktik nyata di lingkungan akademik maupun masyarakat luas,” tutup Aris.