BANDUNG, (CAMEON) – Wow, hanya kata itu yang bisa mewakili dua pendaki asal Indonesia yang berhasil menaklukan Gunung Vinson Massif, Antartika. Mahasiswa asal Universitas Katolik Parahyangan itu pun tidak menyangka bisa menaklukan gunung kelima dari tujuh gunung yang ditargetkan.
Salah satu pendaki Mathilda Dwi Lestari mengatakan terpaksa harus menunda kelulusan demi menaklukkan tujuh gunung tertinggi di dunia. “Tapi, gak apa-apalah harus ditunda juga. Ada pencapaian yang udah diraih,” ungkap Hilda ditemui di Universitas Katolik Parahyangan, Sabtu (28/1).
Diakui perempuan yang saat ini menginjak semester 12 itu, mendaki ketinggian hingga 4.887 sangat menguras tenaga dan semangat. Walaupun begitu, pihaknya masih harus menjaga semangat untuk dua gunung lagi. Yakni, Gunung Everest dan gunung Denali.
Rencananya, dua gunung itu akan dilaksanakan tahun ini. Untuk gunung tertinggi di dunia rencananya akan dilakukan pada bulan April, mendatang. Kemudian untul Denali, akan dilaksanakan pada bulan Juli.
Menurutnya, dua gunung dianggap pendakian paling sulit diantara gunung lainnya. Sehingga, dilakukan diakhir pendakian. “Antara gak sabar dan takut untuk dua pendakian ini. Sebab, tingkat kesulitannya cukup sulit di antara gunung lainnya,” jelasnya.
Dia merinci sejumlah kesulitan yang akan ditemui. Yakni, akan kesulitan oksigen, operasional lebih lama dan suhu akan lebih dibandingkan Antartika. Saat mendaki di Antartika, suhu mencapai -33 derajat celcius. “Untuk persiapannya harus bener-bener maksimal,” katanya.
Sementara itu pendaki lainnya, Fransiska Dimitri mengatakan hal yang sama. Persiapan untuk pendakian keenam akan dilaksanakan pada minggu kedua bulan Februari. Kurang lebih, keduanya akan melakukan persiapan dua bulan.
“Persiapanan sama, kaya latihan fisik dan mental seperti pendakian gunung lainnya,” jelasnya.
Dalam kesempatan tersebut, dia sempat menyanyangkan atas satu orang temannya yang tidak mengikuti pendakian. Satu oranglainnya, terpaksa tidak ikut karena terganjal izin. Dia menjelaskan, pada puncak keempat Carolina terpaksa tertinggal karena penyakit Acute Mountain Sickness (AMS).
Walaupun begitu, pihaknya tetap berusaha semangat untuk menaklukan dua gunung lainnya. Dalam kesempatan tersebut, ada banyak kesan yang dirasakan selama pendakian. Terutama pada pendakian Elbrust. Di mana dia harus terkena badai angin putih.
“Semuanya sangat mengesankan,” ungkapnya.
Sementara itu Rektor Universitas Katolik Parahyangan, Mangadar Sotumorang mangatakan pihaknya akan terus mengawal kedua mahasiswanya hingga akhir target. “Semua dosen, alumni dan senior siap bekerjasama dalam mengawalnya. Terutama dalam pembiayaan,” jelasnya.
Pihaknya mengapresiasi atas pencapaian yang luar biasa dari kedua mahasiswanya yang bisa mengharumkan nama Indonesia. Bahkan, kedua mahasiswanya mendapatkan perhatian khusus dari Presiden Jokowi.
“Saya berpesan, untuk Mahitala Unpar dapat menjaga prinsip dan akuntabilitas dari semua pihak yang membantu,” ujarnya.
Terkait dengan korban meninggal pendidikan dasar, pihaknya hanya akan melakukan pengawasan. Diakui olehnya, Mahitala merupakan Unit Kegiatan Mahasiswa yang cukup keras dalam pembinaan.
“Saya tetap mewanti-wanti agar mahasiswa tidak melampaui batas kemanusiaan untuk pendidikan dasar,” pungkasnya. (Putri)