JAKARTA (CM) – Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait perkara No.62/PUU-XXII/2024 membuka peluang bagi sebagian pihak untuk mendorong perubahan sistem pemilu di Indonesia. Partai Golkar dan Gerindra mulai mengangkat wacana mengenai “penguatan demokrasi” melalui amandemen Undang-Undang Pemilu.
Wakil Ketua Umum Partai Golkar, Ahmad Doli Kurnia Tanjung, menilai bahwa putusan MK ini memberikan momentum yang tepat untuk memperbaiki sistem politik dan demokrasi Indonesia.
“Putusan ini selaras dengan semangat perbaikan sistem politik kita. Ini kesempatan bagi kita untuk membahas reformasi demokrasi yang lebih substansial,” ujar Doli.
Wacana Pilkada melalui DPRD Kembali Mencuat
Doli juga menyinggung pernyataan Presiden Prabowo Subianto pada perayaan HUT ke-60 Partai Golkar, yang mengusulkan pemilihan kepala daerah dilakukan melalui DPRD, menggantikan sistem pilkada langsung. Menurut Prabowo, sistem representasi melalui parlemen lebih efisien dan dapat mengurangi biaya politik yang tinggi.
Namun, usulan ini menuai kontroversi. Kritik muncul karena dinilai akan mengurangi hak masyarakat dalam memilih pemimpinnya secara langsung, yang merupakan salah satu ciri khas demokrasi modern.
Presidential Threshold dan Isu Sistem Pemilu Lainnya
Meski demikian, Doli mengingatkan bahwa isu presidential threshold yang kerap diajukan dalam permohonan uji materi di MK—bahkan telah dilakukan lebih dari 30 kali—bukanlah satu-satunya permasalahan dalam sistem pemilu Indonesia.
“Presidential threshold hanya satu dari sekian banyak isu yang perlu kita diskusikan dalam penyempurnaan sistem Pemilu. Setiap isu saling berhubungan dan tidak dapat diselesaikan secara terpisah,” tegasnya.
Amandemen UU Pemilu: Momentum atau Kontroversi?
Wacana perubahan sistem pemilu, termasuk amandemen UU Pemilu, menimbulkan perdebatan luas di kalangan masyarakat dan para ahli politik. Sebagian pihak memandang hal ini sebagai langkah positif untuk mengatasi masalah struktural dalam demokrasi Indonesia, sementara yang lain khawatir reformasi ini akan membuka celah bagi praktik oligarki politik yang lebih kuat.
Partai Golkar dan Gerindra mengklaim bahwa penguatan sistem representasi di parlemen dapat meningkatkan efektivitas pemerintahan dan mengurangi konflik politik di tingkat lokal. Namun, tantangan terbesar adalah memastikan reformasi ini tidak mengurangi hak masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses demokrasi secara langsung.
Dengan putusan MK sebagai pemicu, diskusi mengenai reformasi sistem pemilu diperkirakan akan terus menjadi topik panas di ranah politik Indonesia, menghadirkan peluang sekaligus tantangan bagi demokrasi ke depan.