TASIKMALAYA (CAMEON) – Pemerintah Kabupaten Tasikmalaya memiliki sikap tegas untuk menjaga kedaulatan bangsa. Sebagai deaerah yang dikenal dengan basis santri, Tasikmalaya memiliki tekad kuat menjaga kesatuan dan persatuan Indonesia.
Semangat menjaga keutuhan NKRI dan mencegah berbagai upaya intoleransi ini terekam dalam acara Forum Grup Diskusi tentang toleransi dan bahayanya radikalisme bagi bangsa, di Hotel Dewi Asri Singaparna Kabupaten Tasikmalaya, Kamis (16/3/2017).
Dalam acara yang digagas Kemenkopolhukam RI ini, Bupati Tasikmalaya, Uu Ruzhanul Ulum mengimbau masyarakat untuk tidak mudah terprovokasi oleh isu-isu yang belum tentu benar.
Menurutnya, untuk membangun kerukunan umat beragama, khususnya di Kabupaten Tasikmalaya, mengalami beberapa tantangan. Salah satunya terkait euforia kedaerahan dan golongan yang merebak di masyarakat, serta maraknya kabar-kabar yang tidak jelas asal-usulnya, bahkan cenderung bohong alias hoax.
“Itu memengaruhi sikap kritis di masyarakat yang terkadang memaksakan kehendak dengan radical politic,” ujar bupati dalam sambutannya yang dibacakan Sekda Kabupaten Tasikmalaya, Abdul Kodir.
Ia menjelaskan, kerukunan umat beragama adalah hubungan sesama umat beragama yang dilandasi oleh sikap toleransi, saling pengertian, hormat-menghormati, dan menghargai dalam melaksanakan ajaran agamanya, serta kerja sama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Sementara itu, Asisten Deputi 3/VI Koordinasi Kewaspadaan Nasional Kemenko Polhukam, Brigjen TNI Wawan Kustiawan, mengatakan, menguatnya pengaruh intoleransi di masyarakat akan semakin memperlemah persatuan dan kesatuan, serta kerukunan di Indonesia.
“Penting bagi kita bersama mencegah perkembangan intoleransi dan membangun perdamaian demi tetap terjaganya persatuan dan kesatuan bangsa. Salah satu upaya penting dalam membendung intoleransi adalah dengan meningkatkan kerukunan bangsa,” tandas Wawan.
Ia menyebutkan, saat ini pemerintah sedang membentuk Dewan Kerukunan Nasional yang dimaksudkan untuk membangun kembali budaya musyawarah mufakat demi mencapai perdamaian dan kerukunan.
Acara ini dihadiri sejumlah tokoh agama, tokoh masyarakat dan berbagai perwakilan organisasi masa. Ketua forum kerukukan ummat beragama (FKUB) Kab Tasikmalaha KH Edeng Zainal Abidin mengatakan, hakikat toleransi sejatinya sudah diterapkan Islam 1400 silam sejak Nabi Muhamad SAW diutus Allah SWT untuk menyebarkan wahyunya kepada suku Qurais atau lebih tepatnya kepada bangsa arab jahiliyah.
“Kita diajarkan toleransi 1400 tahun lamanya oleh Nabi muhammad SAW, jadi jangan ajarkan kepada kami makna toleransi, tapi kalo kita harus tolerans terhadap keyakinan yang salah katakanlah semisal ajar sesat Ahamdiyah, jelas kemurtadan harus diperangi bukan dijadikan ajang toleransi,” ujar Edeng.
Sementara menurut KH Ubed Ubaidillah, pengasuh Pontren Cipasung menilai, tingkat radikalisme yang di bingkai dengan jihad islam ini timbul justru karena adanya ketidakadilan bagi masyarakat muslim di Indonesia.
Penegakan supremasi hukum menurutnya adalah hal mutlak dalam membangun rasa keadilan bagi anak bangsa. “Saya melihat Jihad yang ada sekarang, adalah lebih dari implentasi kepada ketidakadilan pemerintah dalam penegakan supremasi hukum,” pungkasnya. (sep/Adv)