PANGANDARAN (CAMEON) – Seakan tak kunjung selesai kasus gizi buruk yang terjadi di Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat. Padahal satu tahun yang lalu, publik sempat dihebohkan dengan ditemukannya kasus gizi buruk yang menimpa beberapa anak di Pangandaran.
Salah satunya, Syifa (17), penderita gizi buruk di Dusun Karangpetir, Desa Cintakarya, Kecamatan Parigi dan Yadi (20) penderita gizi buruk dan kelumpuhan, warga Desa Patrol, RT.02/02, Desa Cibenda, Kecamatan Parigi, Kabupaten Pangandaran.
Informasi itu pun menjadi buah bibir dan viral di setiap media. Bahkan, Syifa pun mendapat perhatian Presiden Jokowi yang sempat membawanya ke RSUD ternama di Purwokerto Jateng. Namun, takdir berkata lain akhirnya Syifa harus meninggal akibat gizi buruk.
Bahkan, saat ini berdasarkan informasi yang berhasil dihimpun, dugaan kasus gizi buruk di Kabupaten Pangandaran hampir mencapai 80 balita. Meski membutuhkan kebenaran data tersebut, dari jumlah tadi saat ini baru terverifikasi 19 balita dan sisanya masih dalam tahap pendataan.
Banyak pihak yang mengatakan pengawasan kesehatan terhadap ibu dan anak di Kabupaten Pangandaran masih terbilang lemah. Padahal, saat ini pemerintah Kabupaten Pangandaran terus meningkatkan taraf kesehatan terhadap masyarakat dengan pelayanan kesehatan gratis.
Program ini bisa jadi belum merata sepenuhnya. Contohnya, Zulpratama Anugrah seorang balita berumur 4 tahun, anak pertama dari Susanti (23) warga Dusun/Desa Maruyungsari, Kecamatan Padaherang.
Pengakuan keluarganya Zulpratama sudah teridentivikasi mengalami gizi buruk sejak lahir yang disebabkan jantung bocor.
“Anak saya divonis mengalami gizi buruk oleh pihak medis. Sejak lahir pada tubuhnya mengalami biru diujung jari kaki, jari tangan dan bibir,” ujarnya.
Selain itu pertumbuhan berat badan tidak mengalami perkembangan yang baik. Sebelum usia 3 tahun Zulpratama hanya memiliki berat badan 6 kilo gram dan saat ini hanya 9 kilo gram.
Sehari-hari kata Susanti, anaknya hanya menghabiskan waktu dalam ayunan lantaran tidak bisa jalan dan gampang mengalami cape.
Nafsu makan anaknya itu pun terbilang sangat buruk bahkan jarang makan, lantaran mengalami sakit di bagian dada sebelah kanan.
“Sebab tulang anak saya seperti tidak tumbuh seimbang dengan tulang dada sebelah kiri berbeda,” imbuhnya.
“Sementara itu, atas dasar rujukan petugas medis setempat, anak saya harus diobati ke Bandung. Kami sekeluarga hingga saat ini belum melaksanakan saran tersebut lantaran terhambat biaya pengobatan,” pungkasnya. (Andriansyah)