News

Jika Ada Perusahaan Pekerjakan Anak di bawah Umur, Didenda Rp 100 Juta

122
×

Jika Ada Perusahaan Pekerjakan Anak di bawah Umur, Didenda Rp 100 Juta

Sebarkan artikel ini
Jika Ada Perusahaan Pekerjakan Anak di bawah Umur, Didenda Rp 100 Juta

KOTA TASIKMALAYA, (CAMEON) – Tidak ada alasan lagi, setiap perusahaan atau badan usaha yang hidup di tanah Indonesia dilarang mempekerjakan anak di bawah umur. Jika memaksa, sanksi tegas siap menanti.

Demikian ditegaskan Kepala Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Tasikmalaya, Muhammad Firmansyah. Ia membeberkan permasalahan pekerjaan anak ini dalam kegiatan pendampingan pengurangan pekerjaan anak di bawah usia 17 tahun yang masih wajib belajar, di Gedung Serbaguna Bale Kota, Jumat (2/9/2016).

Dijelaskan, pembinaan pendampingan bagi anak di bawah usia wajib belajar yang di fasilitasi oleh program PPA PKH ini sudah dilaksanakan selama 12 hari. Mulai tanggal 20 Agustus sampai tanggal 2 September 2016, di Hotel Surya dan Hotel Priangan.

“Ada 210 anak di bawah usia wajib belajar yang mengikuti kegiatan ini. Kami berikan pendampingan yang maksimal,” katanya.

Terkait pekerja anak, walaupun pihaknya belum memiliki data yang pasti tentang jumlah anak di bawah umur yang dipekerjakan oleh perusahaan, baik perusahaan perseorangan maupun perusahaan besar. Namun, pihaknya tetap mencari berbagai informasi data terkait hak anak dalam belajar.

“Kalau data sementara masih sangat tinggi. Alasannya kenapa mereka mempekerjakan anak dibawah umur 18-17 tahun ke bawah, karena menurut mereka anak di bawah usia, dibayarnya lebih murah. Alasan mereka pemilik perusahaan katanya itung-itung belajar,” bebernya.

“Mereka terpaksa harus bekerja. Sementara menurut Undang-undang No. 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, anak bekerja di bawah umur tidak boleh, dan harus melanjutkan sekolah,” imbuhnya.

Tentu dalam hal ini, sambungnya, pemerintah sendiri  memiliki kewajiban untuk membina mereka para anak wajib belajar yang bekerja dan mendorong mereka agar sekolahnya tidak putus.

“Alhamdulillah, pemerintah pusat saat ini sudah membuat kesepakatan sebagai penunjang untuk mencegah anak putus sekolah dan bekerja di bawah umur,” ujarnya.

Ada banyak kementerian yang siap melayani. Mulai sektor Kementerian Pendidikan Kementerian Agama, Kementerian Tenaga Kerja, Kementerian Sosial melalui program PPA PKH melalui Dinas Pendidikan akan menyediakan sanggar pelatihan pendidikan Khusus seperti sekolah paket A, B dan C.

Kemudian, bagi mereka yang sudah lulus wajib belajar 12 tahun. Mereka akan diarahkan diberi bekal keterampilan, sehingga pada saat mereka terjun di lingkungan masyarakat sudah memiliki kemampuan.

“Perusahaan kalau bicara peraturan semua perusahaan tahu aturannya. Tetapi yang menjadi persoalan setiap perusahaan mereka selalu cari yang murah di dalam upah, sehingga yang mereka cari adalah usia di bawah umur,” jelasnya.

Atas kejadian itu, sebenarnya pihak Dinas Sosial sudah memantau melalui Kasie pengawasan di Dinas Sosial yang membidangi ketenagakerjaan pasal 185. Termaktub dalam regulasi itu, barang siapa yang melanggar ketentuan yang dimaksud dalam pasal 42 ayat 1 dan ayat 2 pasal 29 maka bagi perusahaan yang melanggar akan di denda paling sedikit Rp 100 juta paling besar 400 juta.

Sanksi yang dimaksud di dalam peraturan tersebut, adalah merupakan tindak pidana kejahatan. Maka, kurungan hukuman sebanyak satu tahun atau 12 bulan siap menanti.

“Jadi barang siapa yang mempekerjakan anak di bawah umur, sanksi tegas akan menanti,” tegasnya.

Ditempat sama, Wali Kota Tasikmalaya Budi Budiman mengatakan, atas permasalahan ini, program ke depannya adalah bagaimana mendorong sektor UMKM semakin profesional.

“UMKM ini butuh tenaga kerja yang trampil, salah satunya sebagai tenaga kerjanya harus mempunyai SDM. Makanya anak itu jangan sampai putus sekolah, makanya ada program Pengurangan Pekerja Anak PPA PKH,” ujarnya.

Budi tidak ingin kedepannya di Tasikmalaya masih ada anak di bawah usia belajar putus sekolah. Walaupun harus dipaksa, tegas dia, anak di bawah umur yang bekerja itu akan menjadi masalah.

Pertama, kata Budi, anak-anak ini belum waktunya. Mereka belum punya keahlian, belum punya keterampilan, emosinya belum stabil.

“Jadi itulah alasan kenapa harus sekolah. Minimal tamat SMK. Karena mereka akan punya skill dan keterampilan. Dan ini sudah disampaikan ke pihak Kementerian. Insya Alloh ke depan, kami akan maksimalkan pengurangan pekerja anak,” beber Budi. cakrawalamedia.co.id. (Edi Mulyana)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *