BANDUNG (CM) – Universitas Padjadjaran (Unpad) telah mengeluarkan petisi yang bersifat menyeluruh, membahas peristiwa-peristiwa sosial, politik, ekonomi, dan hukum terkini. Petisi ini menyoroti penurunan kualitas demokrasi selama masa pemerintahan Presiden Joko Widodo yang dianggap semakin memburuk.
Kritik juga diarahkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dinilai tidak amanah, serta terdapatnya nepotisme dan penyalahgunaan kekuasaan dalam pembangunan kontemporer yang dianggap dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi, meningkatkan kemiskinan, dan memperdalam ketimpangan sosial pada Sabtu 3 Feberuari 2024.
Sebelumnya, sejumlah universitas ternama di Indonesia telah merespons dinamika politik dan demokrasi yang sedang berkembang di Tanah Air. Awalnya, Universitas Gadjah Mada (UGM) memimpin dengan mengeluarkan petisi, dan seiring berjalannya waktu, Universitas Islam Indonesia (UII) dan Universitas Indonesia (UI) juga mengikuti.
Meskipun demikian, respons terhadap petisi ini tidak seragam. Di Tasikmalaya, Jawa Barat, Dekan Fakultas Dakwah Universitas Islam KH Ruhiyat, Dr. Maulana Janah, menyoroti kemunculan petisi dari kalangan akademisi menjelang Pemilu 2024. Maulana, saat dihubungi melalui telepon selulernya, menyatakan dukungannya terhadap semangat pengawalan demokrasi, tetapi juga mempertanyakan keputusan mengeluarkan petisi di saat-saat akhir kontestasi politik.
“Mengapa petisi ini tidak diajukan sejak awal kontestasi? Mengapa baru di akhir? Hal ini berpotensi menciptakan persepsi negatif dan perlu hati-hati dalam menyampaikan petisi. Ini penting untuk dipahami, tetapi juga menyangkut masalah momentum,” ujar Maulana Janah.
Ia juga menekankan agar petisi tidak disertai provokasi untuk melakukan tindakan yang melanggar hukum. Baginya, demokrasi harus dijalankan secara utuh tanpa merongrong legitimasi kepemimpinan nasional.
“Demokrasi tidak boleh dilaksanakan secara anarkis karena dapat berdampak pada kepercayaan dunia internasional dan mengancam stabilitas perekonomian,” tegasnya.
Maulana Janah juga menolak pandangan anarkis terhadap kepemimpinan Presiden Joko Widodo. Menurutnya, upaya provokatif untuk merongrong legitimasi kepemimpinan nasional harus dihindari demi stabilitas ekonomi dan kepercayaan dari dunia internasional.
Di sisi lain, Maulana Janah mengajak masyarakat dan akademisi untuk mengakui keberhasilan Presiden Joko Widodo dalam mengatasi tantangan, seperti Pandemi COVID-19 dan goncangan ekonomi global. Ia menilai bahwa Jokowi telah berhasil membawa Indonesia keluar dari krisis tersebut dan menjalankan proses demokrasi dengan baik.
“Kita harus adil dalam mengapresiasi Presiden Jokowi yang berhasil membawa kita keluar dari krisis Covid-19 dan tetap teguh menghadapi tantangan ekonomi global,” tutur Maulana Janah.
Sejumlah petisi dari perguruan tinggi di Indonesia menurutnya menunjukkan bahwa dinamika politik dan demokrasi tetap menjadi perhatian utama masyarakat akademis di Tanah Air, dan kelanjutan isu ini akan berpengaruh pada perjalanan demokrasi di Indonesia.