oleh: Direktur Eksekutif Pusat Kajian Keuangan Negara, Prasetyo (7/9/2016)
Target dan sasaran indikator makro di dalam RPJMN 2015-2019 yang disusun pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla di satu sisi menyiratkan optimisme untuk bekerja cepat menggapai kemakmuran rakyat. Namun di sisi lain, optimisme tersebut perlu didukung oleh kerja keras yang berlipat-lipat karena asumsi-asumsi yang dibuat terkesan ambisius.
Mari cermati keempat variabel utama yang menjadi sasaran pembangunan di dalam RPJMN 2015-2019.
Pertama, indeks pembangunan manusia (IPM). Di era pemerintah sebelumnya, tahun 2010-2014, penambahan IPM rata-rata per tahun sebesar 0.64 point, dengan pencapaian IPM tahun 2014 sebesar 68.90. Sementara itu, RPJMN mematok target pencapaian IPM di tahun 2019 sebesar 76.30.
Dengan bekal pencapaian IPM tahun 2015 sebesar 69.55 maka pemerintah perlu bekerja keras menambah sekitar 1.69 point setiap tahunnya. Itu artinya, upaya yang harus dilakukan pemerintah untuk mengejar target di tahun 2019 mesti dua kali lipat dibandingkan era pemerintahan sebelumnya.
Kedua, gini rasio (indeks gini) ditetapkan di dalam RPJMN sebesar 0.36. Berpaling pada pencapaian era pemerintahan sebelumnya, penurunan gini rasio tahun 2010-2014 cenderung stagnan, dan justru mengalami kenaikan dari 0.380 di tahun 2010 menjadi 0.41 di tahun 2014. Pada tahun 2016, indeks gini berhasil diturunkan sebesar 0.003 poin dari 0.40 di tahun 2015 menjadi 0.397.
Untuk mencapai target di tahun 2019, berarti pemerintah perlu menurunkan setidaknya 0.012 point setiap tahunnya. Itu artinya, pemerintah perlu kerja empat kali lebih keras dibandingkan pencapaian tahun 2016 ini.
Ketiga, tingkat kemiskinan. Pada periode pemerintahan sebelumnya, rata-rata penurunan tingkat kemiskinan per tahun adalah sebesar 0.006%. Di dalam RPJMN dipatok target penurunan tingkat kemiskinan sebesar 7%-8%. Di tahun 2015 dan 2016, pemerintah baru berhasil mengurangi tingkat kemiskinan sebesar 0.003% dari 11.13% di tahun 2015 menjadi 10.86% di tahun 2016.
Untuk mencapai target RPJMN, misalnya diambil angka tengah tingkat kemiskinan 7.5%, maka selama 3 tahun ke depan pemerintah perlu kerja keras menurunkan angka kemiskinan minimal 0.012% setiap tahun. Artinya, pemerintah perlu kerja keras dua kali lipat dari pemerintahan sebelumnya, dan empat kali lipat ekstra keras dari pencapaian tahun 2015-2016.
Keempat, tingkat pengangguran. Pengurangan pengangguran pada periode 2010-2014 rata-rata per tahun sebesar 0.003%. Kemudian pada tahun 2015-2016 pemerintah telah bekerja keras mengurangi tingkat pengangguran sebesar 0.005% dari 6.18% di tahun 2015 menjadi 5.70% di tahun 2016.
Namun, untuk mencapai target tahun 2019 sebesar 4% maka pemerintah perlu 3 kali lipat kerja keras dari pencapaian selama ini. Jika tidak, dengan asumsi pengurangan tingkat pengangguran sama seperti periode 2015-2016 maka tingkat pengangguran tahun 2019 masih berkisar 4.26%. cakrawalamedia.co.id (tama)