BANDUNG BARAT (CM) – Matahari sudah menjorok condong maju ke arah barat bersiap untuk pulang. Langit Kampung Cilangari, Desa Bojongkoneng, menunjukan waktu sudah sore. Namun riuh ceria anak-anak kampung cilangari masih ramai bercengkrama.
Dari balik dinding bilik, setengah matanya mengintip keceriaan anak-anak seusianya. Fitri Anggraeni (12) hanya bisa tersenyum melihat asyiknya anak-anak Kampung Cilangari, Kecamatan Ngamprah, Kabupaten Bandung Barat menghabiskan sore.
Fitri adalah satu dari jutaan anak Indonesia yang tak memperoleh fasilitas kesehatan dari pemerintah sebagaimana mestinya.
Akibat keterbatasan biaya, gadis berparas elok selama bertahun-tahun mengalami kelumpuhan dan tidak mendapatkan penanganan medis. Ia hanya bisa berbaring tak berdaya di tempat tidur. Padahal, gadis belia seusianya semestinya sudah duduk di bangku SMP.
Dengan kondisi fisiknya yang lemah, gadis malang itu hanya bisa pasrah menerima takdir. Nyaris mustahil baginya untuk bisa bersekolah seperti anak-anak lain di desanya. Untuk mengurus diri sendiri saja, Fitri tak bisa berbuat apa-apa, karena ia harus bergantung pada bantuan orang lain.
Sejak kecil, Fitri diduga sudah menderita kelumpuhan. Tangan dan kakinya tidak dapat berfungsi layaknya orang normal. Bahkan, gangguan pada fisiknya itu juga telah mempengaruhi organ lainnya.
Alhasil, Fitri hanya bisa tergolek lemah tak berdaya. Pada saat makan, ia harus disuapi. Untuk sekedar menonton televisi atau melihat keadaan di sekitar rumahnya, Fitri pun harus di gendong oleh ibu angkatnya yakni Titin (35).
Gadis malang itu hanya dapat memandang tingkah polah teman-temannya yang sedang bermain dan bersenda gurau. Masa remajanya hanya dihabiskan melawan kelumpuhan yang entah sampai kapan akan menimpa dirinya.
Baca Juga: Geruduk DPRD KBB, Ratusan Buruh Minta Ida Fauziyah Mundur dari Menaker RI
Menurut penuturan sang ibu angkat, pada saat dilahirkan Fitri kelihatan normal seperti bayi pada umumnya. Tetapi saat berumur dua bulan, anaknya mengalami gejala panas disertai kejang-kejang dan terus menangis. Titin pun langsung memeriksakannya ke dokter setempat. Oleh dokter, Fitri didiagnosa hanya mengalami demam biasa.
Hampir selama satu tahun lamanya, kondisi Fitri tak kunjung membaik. Bahkan hingga usianya 12 tahun belum juga dapat berjalan. Berbagai macam cara telah dilakukan untuk kesembuhan anaknya, baik ke dokter maupun pengobatan tradisional namun hasilnya nihil.
“Sudah meninggal ibu kandungnya saat fitri masih balita, jadi saya angkat jadi anak. Berobat mah sudah dibawa, tapi tidak ada hasilnya” ujar Titin kepada Cakrawalamedia.co.id, Selasa (22/2/2022).
Lama telah berjuang mencari kesembuhan Fitri, Titin mengaku hanya bisa pasrah atas nasib yang dialami putrinya. Harta bendanya sudah habis untuk biaya pengobatan.
Sementara Titin pun memiliki 2 anak yang kini masih duduk di bangku sekolah dasar (SD) kelas 5. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, menurutnya hanya mengandalkan dari suaminya yang bekerja sebagai buruh tambang pasir
“Saya kerja apa aja, untuk beli popok Fitri, untuk biaya sekolah dan makan juga,” tuturnya.
Dengan profesi seperti itu, dia mengaku tidak sepenuhnya mampu menghidupi kedua anaknya. Sementara Fitri kerap sesekali merengek meminta kursi roda, apa daya Titin bungkam.
“Kursi roda itu agar dia bisa leluasa keluar rumah, mau bagaimana lagi ini kondisi kami. Kami berharap pemerintah daerah memperhatikan kami sebagai warga yang membutuhkan,” pungkasnya. (Wit)