Hampir setiap daerah, saat ini memiliki masjid utama atau dipanggil dengan panggilan masjid agung. Masjid jenis ini biasanya menjadi unggulan di suatu daerah. Salah satu contohnya, Masjid Agung Alun-alun Bandung.
Baru-baru ini, masjid ini direnovasi oleh Wali Kota Bandung, Ridwan Kamil. Bisa dilihat depan masjid yang saat ini menjadi taman. Dan, hampir setiap hari, taman tersebut tidak sepi dari pengunjung.
Saat akhir pekan tiba, Alun-alun Bandung seringkali menjadi tujuan berlibur, setidaknya hanya untuk berkumpul dengan keluarga. Terlihat mulai dari anak-anak hingga orang dewasa.
Tetapi, ada yang menjadi ironi saat memasuki area dalam masjid hanya sedikit orang di dalamnya. Suatu hari yang lalu, saya sempat berkunjung ke sana, adzan dhuzur tiba hanya sebagian orang yang melaksanakan shalat berjamaah. Memasuki ruang wanita, hanya ada lima shaf wanita yang melaksanakan shalat berjamaah.
Keadaan tersebut berbeda dengan keadaan di luar masjid yang semakin sore banyak pengunjungnya. Kondisi tersebut berbeda dengan masjid-masjid buatan Walisongo. Salah satunya, masjid Nur Cipta Rasa di Cirebon yang menjadi peninggalan Sunan Syarif Hidayatullah. Masjid tersebut hingga saat ini tidak pernah sepi pengunjung.
Bahkan, tersebut sering dipakai untuk ziarah oleh banyak orang. Tidak sedikit orang yang melaksanakan itikaf di masjid tersebut. Walaupun di hari-hari biasa bukan di bulan Ramadhan.
Secara luas, masjid tidak dibangun secara megah. Ornamen dan arsitektur yang cukup sederhana di dalamnya syarat dengan filosofi. Lebih jauh, pengunjung seolah dibawa untuk nafak tilas saat sunan yang sering disebut Sunan Gunung Djati itu menyebarkan Islam di Jawa Barat.
Melihat dua perbandingan masjid tersebut, ada banyak yang bergeser mengenai fungsi masjid. Bahkan, ada pergeseran makna yang terjadi. Banyaknya kunjungan masjid bukan untuk beribadah, melainkan untuk berwisata.
Dengan kondisi tersebut, apa kabar tentang pembangunan masjid Ash-shiddiq di Bandung Barat. Masjid tersebut di gadang-gadang menjadi masjid agung di Bandung Barat. Mengenai anggaran, tidak sedikit anggaran yang digelontorkan. Hampir Rp 22 Miliar anggaran yang berasal dari Bantuan Gubernur.
Bahkan, dalam pembangunannya sudah dua kali ganti kontraktor. Secara tidak langsung, saya yang notabanenya sebagai orang awan malah bertanya jangan-jangan ada kasus korupsi di dalam.
Bahkan, dibeberapa media sempat santer ada kasus korupsi di dalamnya. Walaupun begitu, saya harap keadaan ini tidak benar-benar terjadi. Lebih jauh, masjid ini bisa hidup sebagaimana mestinya masjid. Ada banyak masyarakat yang berkunjung dan banyak kegiatan keagamaan yang terlaksana.
Dan apa yang menjadi harapan dari Bupati Bandung Barat bisa benar-benar terlaksana. Terutama dalam dua bulan ke depan, pembangunan masjid bisa selesai.
Penulis: Via Nurhasanah, Alumnus UIN Sunan Gunung Djati Bandung jurusan Sejarah Peradaban Islam Fakultas Adab dan Humaniora, pengurus Keluarga Mahasiswa Bandung Barat (Kembara).