BANDUNG BARAT (CM) – Dugaan pungutan liar (pungli) terjadi di Unit Pasar Rajamandala, Desa Rajamandalakulon, Kecamatan Cipatat Kabupaten Bandung Barat (KBB). Ratusan pedagang selama berbulan-bulan ditarik retribusi tanpa ada dasar hukum yang jelas.
Setelah peralihan kelola pasar dari Pemerintah Daerah KBB ke Pemerintah Desa Rajamandalakulon sejak bulan Juni 2021 lalu, pungutan retribusi tidak memiliki dasar hukum. Pemdes menarik karcis terhadap pedagang pasar sebesar Rp4 ribu rupiah per hari.
“Kalau pas pengelolaan sama Pemda, karcis retribusi cuma Rp3 ribu. Setelah dikelola sama desa, sekarang retribusinya jadi Rp4 ribu. Ditambah uang ronda Rp1.500,” ujar Oma (62) salah satu pedagang saat ditemui, Senin (15/2/2022).
Pungutan retribusi itu terdiri dari uang kebersihan dan keamanan sebesar Rp2 ribu dan pungutan pedagang sebesar Rp2 ribu. Pungutan itu diambil setiap kali para pedagang pasar berjualan.
“Pasar Rajamandala ini kan tidak setiap hari buka. Bukanya satu minggu 3 kali, senin, rabu dan jumat. Jadi retribusi sebulan ya tinggal kalikan aja,” kata Oma.
Selama berbulan-bulan sampai saat ini, Pemerintah Desa tidak pernah menggelar musyawarah desa untuk menerbitkan peraturan desa (Perdes) mengenai pengelolaan pasar satu kali pun. Selama itu pula pemungutan yang dilakukan oleh pemerintah desa tidak memiliki dasar hukum.
Baca Juga: Anggota DPRD Gembok Masjid di Padalarang, Persoalan Tanah Wakaf?
Selama ini, BUMDes tak pernah dilibatkan dalam urusan pengelolaan pasar. Jangankan untuk membuat dasar hukum (Perdes), untuk sekadar dilibatkan dalam pengelolaan pun tidak.
“Kita tidak pernah dilibatkan sama sekali sejak peralihan kelola dari Pemda ke Pemdes. Jadi kita sama sekali buta soal itu,” kata Ketua BUMDes Rajamandalakulon, Rahmat saat dihubungi.
Menurut Rahmat, Pemdes seharusnya menyerahkan pengelolaan pasar kepada BUMDes. Setelah BUMDes terkelola, maka penghasilan akan dilaporkan dan diserahkan kepada pemerintah desa sebagai PADes.
“Sejak awal saja tidak ada musyawarah. Pengelolaan pasar ini pun tidak memiliki aturan yang jelas. Belum ada Perdesnya,” ungkap Rahmat.
Terhitung ada sekitar 600-an pedagang pasar yang membayar retribusi setiap pasar beroperasi. Selama berbulan-bulan, pedagang pasar tak tahu menahu berapa dan untuk apa pungutan retribusi itu.
Jika merujuk pada jumlah tersebut, ada lebih dari Rp250 juta yang sudah dipungut oleh Pemdes sejak Juni 2021 lalu. Namun, sangat disayangkan, pemungutan tersebut tidak memiliki dasar hukum yang jelas. (Bag)