Kolom

Buka Kacamata untuk Melihat

293
×

Buka Kacamata untuk Melihat

Sebarkan artikel ini
Buka Kacamata untuk Melihat

Buka Kacamata untuk MelihatAdigium masyarakat modern mengatakan dengan bangga “Dari baratlah peradaban manusia berkembang dan maju”. Bagi saya pribadi, terlalu jauh untuk dibandingkan dengan dunia barat.

Apalagi bagi saya pribadi, yang lahir dan dibesarkan di Bandung Barat. Saat ini, santer terdengar kasus kekerasan, maraknya pembangunan, kasus kereta cepat yang belum tuntas, dan lain sebagainya.

Saya mencoba membandingkan dengan kabupaten tetangga terdekat, yaitu Kabupaten Purwakarta. Di sana meski banyak kasus tapi kasusnya bersifat positif dan membangun.

Misalkan, di sosial media beberapa minggu lalu ada penghancuran patung-patung yang dianggap oleh kaum jubah putih (FPI) itu merupakan kemusrikan. Tapi pada akhirnya, masyarakat semakin kuat dengan kebudayaan yang di gagas oleh bupati.

Lebih jauh, semakin banyak pula yang terilhami dari gagasan cemerlangnya tentang mengangkat budaya lokal. Kemudian, kasus dinikahkan bagi laki-laki dan perempuan yang berpacaran lebih dari jam 09:00. Setelah saya teliti, kasus tersebut berdampak positif yaitu agar tidak melanggar norma sosial yang ada.

Dikaitkan dengan Bandung Barat yang memiliki visi dan misi cermat dalam mempertahankan kekuasaan, namun sudah cermatkah dalam memakmurkan masyarakatnya?

Sederhananya, pembangunan jembatan di Kampung Pabuaran Desa Rancapanggung Kecamatan Cililin pasca longsor yang sampai sekarang belum diperbaiki. Padahal jembatan tersebut rusak sudah sekitar 1,5 tahun yang lalu. Berbicara anggaran, saya kira tidak mungkin tidak dianggarkan.

Saya berharap dan berdoa semoga untuk pemilihan pemimpin Bandung Barat di tahun 2018 nanti terpilih pemimpin yang benar-benar cermat. Dapat memilah mana yang harus terlebih dahulu dibangun atau tidak.

Cermat dalam membuka matahati, cermat dalam membangun negeri, cermat dalam memakmurkan rakyat. Serta cermat akan budaya yang akan menjadi sebuah peradaban baru untuk masyarakat bandung barat.

Penulis: Farid Miftah Soleh  (Mahasiswa Jurusan Bahasa dan Sastra Arab Fakultas Adab dan Humaniora UIN SGD Bandung)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *