Kolom

Aku Sungguh Merindu Seperti Ini, Meski Tak Seperti TVRI

229
×

Aku Sungguh Merindu Seperti Ini, Meski Tak Seperti TVRI

Sebarkan artikel ini
logo baru tvri
logo baru tvri

Status yang dibuat admin instagram LPK Muda Berdaya Nusantara, lembaga yang setahun terakhir ini saya bina, agak berbeda. Ada ungkapan berbunga yang bisa saya tangkap dari kata-katanya.

Begini statusnya:

Au koto o nozoite misu no chiryō-hō wa arimasen…
Tidak ada obat rindu kecuali bertemu…
Wahhh… Pasti lagi pada rindu nih,,,

Rindu belajar,

Rindu bertemu sahabat,

Rindu sekolah,

Rindu bertemu ortu (yang tidak bisa mudik)

Rindu bercerita sama sahabat,
Termasuk rindu si dia yah hehe.

Semoga bumi kita cepat pulih dari virus covid-19. Aamiin…
Biar rindu2 kita bisa terobati…

Jangan lupa, jaga kesehatan, jaga jarak, selalu mencuci tangan, hindari kerumunan, selalu memakai masker dan semoga Tuhan melindungi kita semua. Aamiin…

Sepintas, status ini memang biasa saja. Awalnya saya melihatnya sebagai bentuk ekspresi dari para pengelola lembaga yang masih muda-muda dan sebagiannya berstatus singel.

Ah, wajar, saat-saat ini di Jepang memang tengah memasuki musim indah, bunga sakura berguguran. Pengelola lembaga yang saya sebutkan di atas, bergerak dalam pendidikan bahasa dan budaya Jepang, dan sebagian pengelola LPK tengah berada di Jepang.

Ketika membaca status itu, saya tersenyum sesaat. Lalu kemudian, mendadak berubah dengan ekspresi sudut netra yang sedikit berkaca. Ah, semuanya memang tentang kerinduan.

Kita semua punya kenangan. Dan, memory kenangan itu kerapkali datang disaat kita sendirian dan tidak ada aktivivitas. Saat sunyi. Saat sepi. Ya seperti sekarang ini.

Hari raya hari Idulfitri sepekan lagi, dan tentu akan jauh berbeda dengan pengalaman hidup kita yang lalu-lalu. Tidak ada mudik, tidak ada kumpulan keluarga, sahabat dan teman-teman. Juga mungkin, tidak akan ada ziarah berjamaah di pemakaman.

Bagi yang sudah ditinggalkan orang terkasih, kini dibatasi alam yang berlainan. Dan bagi kita yang masih hidup, kini kita dibatasi ruang dan waktu. Penyebab utamanya, apalagi kalau bukan Corona.

Begini, saya ingin cerita keindahan jaman dulu. Ada satu kerinduan yang tak bisa dirasakan oleh generasi milenial dan generasi anak muda sekarang, apalagi kalau kenangan tentang benda kotak bernama televisi.

Generasi saya masih menikmati beberapa acara televisi di TVRI. Ada serial Si Unyil dan film kartun yang tayang di hari Minggu. Jika moment libur, ada tayangan film-film yang ditunggu, seperti Si Pitung dan kisah para pendekar.

“Dulu, benda ini adalah paling mewah dari sebuah peradaban dan pergaulan. Saya masih ingat, saat kecil, ada acara musik, album safari, si Ateng acaranya ria jenaka.Kalau nonton muhammad Ali, satu kampung berkumpul,” kata Pak Usep, sesepuh di redaksi Cakrawala, saat berbincang usai tarawih, barusan.

Lelaki setengah abad ini berkata, saat ini secara kasat mata teknologi maju, tapi keindahan rasanya tak ada. Dulu, kata dia, bulan puasa adalah moment yang paling ditunggu. “Anak-anak sibuk mengisi buku Ramadan,” ujarnya.

Lalu, bagaimana kabar TVRI sekarang? Terakhir, saya, Pak Usep dan sejumlah bapa-bapa di komplek melihat logo TVRI di layar kotak itu saat menonton Liga Inggris. Kira-kira akhir tahun 2019 kemarin.

Sekarang, melalui pemberitaan media massa, saya kembali melihat TVRI. Tapi bukan pada jutaan kenangannya, namun berita tentang kegaduhan di internal televisi bepelat merah tersebut.

Konfliknya panjang, ruwet dan sulit ditafsirkan masyarakat awam. Perseteruan Dewan Direksi dan Dewan Pengawas TVRI seperti ber-babak.

Mulai kisah pemecatan Direktur Utama TVRI Helmy Yahya pada 16 Januari lalu, lalu saling menyerang statmen antara dewan pengawas dan direksi. Helmy menempuh langkah hukum, melayangkan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

Babak baru kisah TVRI kembali tersaji kepada publik, disaat suasana Covid-19. Kini ceritanya, ada tiga direksi TVRI yang bernasib seperti Helmy.

Pada 11 Mei kemarin, Tumpak Pasaribu selaku Direktur Umum, Apni Jaya Putra selaku Direktur Program dan Berita dan Isnan Rahmanto selaku Direktur Keuangan, ketiganya dipecat.

Aih, sudahlah. Kita masyarakat hanya menyukai kisah kenangan indah bersama TVRI dulu. Ada jutaan cerita yang tak akan ada habisnya ditulis, di film-kan, dilagukan, dinovelkan, dibukukan dan mungkin diteorikan. Tidak akan pernah ada habisnya lembaran rindu itu. Termasuk rindu pada TVRI yang dulu.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *