Kolom

Dilematis di Antara Pendidikan dan Moralitas Bangsa

172
×

Dilematis di Antara Pendidikan dan Moralitas Bangsa

Sebarkan artikel ini
Pendidikan dan Moralitas Bangsa
Ilustrasi

Nurmalinda RahmawatiNegara Kesatuan Republik Indonesia lahir bukan tanpa sengaja. Sejarah yang panjang atas penderitaan masyarakat dengan lebih dari 300 tahun penjajahan yang dirasakan. Seiring berjalannya waktu ada bentuk perlawanan-perlawanan dari rakyat itu sendiri.

Perlawanan-perlawanan ini hadir secara intelektual, ini membuktikan bahwa pada akhirnya tahun 1945 masyarakat mampu memerdekakan diri, artinya masyarakat Indonesia sudah ada kemajuan secara intelektual.

Seperti yang kita tahu bahwa intelektual adalah masyarakat atau orang-orang yang mampu mendefinisikan kebenaran dan mampu memperjuangkan kebenaran. Ini membuktikan bahwa Negara Indonesia secara konkrit kemerdekaan bangsa Indonesia dalam kondisi matang akan ilmu pengetahuan lengkap dengan ideologi pancasila dan pembukaan UUD 1945.

Ideologi tersebut seharusnya mampu untuk mendampingi masyarakat dalam proses perintisan, pembangunan hingga berkelanjutan jangka panjang dalam konteks kenegaraan. Pancasila dan pembukaan UUD 1945 seharusnya secara ideal mampu berjalan beriringan sehingga menjadi esensi yang dapat diterima masyarakat Indonesia. Karena pesan-pesan yang disampaikan dalam pancasila dan pembukaan UUD 1945 bersifat universal dan mampu masuk kedalam lapisan masyarakat.

Berbicara masalah intelektualitas termasuk didalam pembukaan UUD 1945, didalamnya berbunyi untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Artinya adalah kehidupan bangsa dalam konteks kecerdasan ini menjadi dasar bagi progresifitas sebuah bangsa. Menjadi satu tujuan yang bersifat fundamental bagaimana agar bangsa Indonesia ini hadir di dalam kematangan intelektual.

Berbicara masalah pendidikan, sebagaimana seharusnya Bangsa Indonesia membentuk karakteristik setiap mahasiswanya tanpa ada batasan-batasan atau tindakan yang sebenarnya menekan setiap pergerakan mahasiswa. Pendidikan menurut KBBI adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.

Namun tanpa kita sadari, para pemangku kebijakan menggunakan kekuasaannya untuk meregulasi sistem pendidikan secara lembut dan berkesinambungan guna mengintervensi sehingga arah gerak mahasiswa ini terbatasi karena sadar atau tidak akan mengikuti sistem yang ada. Terutama untuk mahasiswa yang baru masuk ke ruang lingkup perguruan tinggi dengan keadaan yang sudah didesain sedemikian rupa maka niscaya akan mengikuti sistem tersebut.

Lalu bagaimana dengan tujuan yang seharusnya ada pada pendidikan itu sendiri? Bagaimana pula dengan adanya istilah “Guru tanpa tanda jasa”?. Keadaan saat ini sebenarnya bertolak belakang dengan sistem pendidikan yang ada pada masa Ki Hajar Dewantara.

Akan kita ulas sedikit di sini. Bagaimana selayaknya seperti ibu dan bapak yang mengasuh anaknya, tanpa ada rasa pamrih. Bukan amarah yang ada tapi ketegasan. Bukan menekan dan membatasi tapi memberikan sebuah arti. Menciptakan pribadi yang intelktual bukan pribadi yang niscya mengikuti apa yang sudah ada. Karena salah satu tujuan dari pendidikan itu sendiri sebagai peletakan dasar kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan juga sebagai usaha kebudayaan menuju arah adab kemanusiaan.

Kebudayaan yang bertujuan mewariskan ke generasi selanjutnya. Karena berbicara pendidikan tidak lepas dari sebuah kebudayaan bangsa. Ironisnya bangsa Indonesia menggunakan metode pendidikan kebaratan hingga budaya kita sendiri menjadi teralineasi. Bahkan ilmu pengetahuan dijadikan komoditas dan transaksi kelompok elit politik. Dimana tenaga pengajar seakan menjadi proyek besar di ruang lingkup pendidikan.

Akhirnya, esensi dari kepasrahan diri dan pengabdian manusia menjadi kabur, bukan lagi berbicara keikhlasan dan keridhoan melainkan nilai-nilai yang mentransformasi menjadi sebuah transaksional yang bersifat politik pragmatis.

Pandangan Bung Karno berbicara tentang Pancasila dan Pendidikan filosofi/filosofi pendidikan asing bahwa hadirnya pendidikan asing asalkan masih berada dalam koridor dan tidak menyinggung ideologi atau tidak bertentangan dengan kepribadian bangsa yang kita bangun. Realitas yang didapat bahwa pendidikan hadir ditengah masyarakat melibatkan kerangka berpikir yang mutlak diadopsi dari luar negeri. Ini membuktikan ada kesenjangan antara sistem yang berjalan di negeri ini dan ideologi yang semestinya menjadi dasar gerak negara Indonesia.

Akan sangat kontradiksi dengan sistem pendidikan Ki Hajar Dewantara pada system among yang menyatakan pertama pengajaran harus membimbing anak menjadi manusia yang merdeka dalam rasa, fikir dan dalam mempergunakan tenaganya.

Kedua, pendidikan harus didasarkan atas kebudayaan bangsa Indonesia sendiri agar anak kelak tidak terpisah dari bangsanya dan dengan bersendi pada kebudayaan Indonesia sendiri.

Ketiga, pendidik harus menyerahkan diri untuk berhamba kepada sang anak dengan tidak meminta sesuatu hak, bebas dari segala ikatan dan dengan hati yang suci. Kemerdekaan peserta didik hilang dengan segala macam pembungkaman, manifestasi kebudayaan kian direnggut bangsa asing, serta tenaga pendidik yang akhirnya berorientasi pada nominal pengganti waktu ajarnya.

Tiga hal ini menjadi permasalahan yang fundamental dalam konteks pendidikan. Akan sangat mengkhawatirkan kondisi peradaban bangsa bilamana ini terus dibiarkan.

Penulis : Nurmalinda Rahmawati

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *