BANDUNG, (CAMEON) – Siapa yang tidak mengenal Lontong Cap Go Meh? Lontong Cap Go Meh ini adalah makanan Tionghoa yang diadaptasi ke dalam masakan Indonesia. Di Indonesia makanan etnis Tionghoa bukan hanya Lontong Cap Go Meh, misalkan ada mie goreng, lumpia, bakso, dan siomay.
Menurut Anggota Jaringan Kerja Antar Umat Beragama (Jakatarub) Linda yang sekaligus merayakan imlek, Lontong Cap Go Meh perpaduan antara ayam dan santen.
”Untuk di kalangan Etnis Tionghoa, Lontong Cap Go Meh hanya ada selama 15 hari setelah imlek,” kata Linda.
Dia menjelaskan, dinamakan Lontong Cap Go Meh dianggap meriah seperti perayaan cap go meh. Lontong Cap Go Meh sendiri makanan wajib khas imlek. Biasanya dibuat di tempat anggota keluarga yang paling tua. Karena anggota keluarga yang paling tua, dianggap sosok yang bijaksana dan paling dihormati.
Sementara menurut salah seorang Tionghoa Koh Akim, Lontong Cap Go Meh merupakan fenomena khusus Peranakan-Jawa. Kaum peranakan di Semenanjung Malaya, Sumatera, dan Kalimantan tidak mengenal hidangan ini. ”Tradisi memakan lontong tidak dikenal dalam perayaan Imlek masyarakat Tionghoa di Kalimantan,” katanya.
Akan tetapi, hidangan ini dikaitkan dengan perayaan Imlek di pecinan di kota-kota di pulau Jawa, khususnya Semarang. Selain itu, Suku Betawi sangat dipengaruhi kebudayaan peranakan Tionghoa, Lontong Cap Go Meh juga dianggap sebagai salah satu masakan Betawi.
Dia menjelaskan, pendatang Tionghoa pertama kali bermukim di kota-kota pelabuhan di pesisir utara Jawa, seperti Semarang, Pekalongan, Lasem, dan Surabaya. Dia menegaskan keadaan itu berlangsung sejak zaman Majapahit. Pada saat itu hanya kaum laki-laki etnis Tionghoa yang merantau ke Nusantara. Mereka menikahi perempuan Jawa penduduk lokal, hal ini melahirkan perpaduan budaya Peranakan-Jawa.
”Untuk merayakan Imlek, saat Cap go meh, kaum peranakan Jawa mengganti hidangan yuanxiao (bola-bola tepung beras),” tuturnya.
Serta dipadukan juga dengan lontong berbagai hidangan tradisional Jawa yang kaya rasa, seperti opor ayam dan sambal goreng. Dipercaya bahwa hidangan ini melambangkan asimilasi atau semangat pembauran antara kaum pendatang Tionghoa dengan penduduk pribumi di Jawa.
Bahkan, dipercaya pula lontong cap go meh mengandung perlambang keberuntungan, misalnya lontong yang padat dianggap berlawanan dengan bubur yang encer. Hal ini karena ada anggapan tradisional Tionghoa yang mengaitkan bubur sebagai makanan orang miskin atau orang sakit, karena itulah ada tabu yang melarang menyajikan dan memakan bubur ketika Imlek dan Cap go meh. Sedangkan, bentuk lontong yang panjang dianggap melambangkan panjang umur.
”Telur dalam kebudayaan apapun selalu melambangkan keberuntungan, sementara kuah santan yang dibubuhi kunyit berwarna kuning keemasan, melambangkan emas dan keberuntungan,” pungkasnya. (putri)