JAKARTA – Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN RB) memastikan para bidan dan dokter pegawai tidak tetap (PTT) diangkat menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS). Lebih kurang 43 ribu bidan dan dokter itu, tengah diproses kepastiannya.
“Seluruh bidan PTT dan dokter PTT yang jumlahnya sekitar 43 ribu sedang diproses menjadi CPNS,” kata Menteri PAN RB Yuddy Chrisnandi dalam keterangannya, Jakarta, Kamis (5/5).
Meski begitu, Yuddy menyebutkan bahwa mereka tetap akan melalui proses seleksi, yakni tes untuk menjadi CPNS sesuai amanat UU No 5/2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN). Namun, tes untuk bidan PTT dan dokter bukan untuk menggugurkan kepesertaannya, mengingat jasa-jasa pengabdian dan pengorbanannya.
“Tes dimaksud untuk menentukan siapa yang lebih dahulu diangkat menjadi CPNS,” ujar Yuddy.
Yuddy menambahkan, apabila pada tahun anggaran 2016 belum dapat terangkat seluruhnya maka akan diangkat pada tahun berikutnya. “Yang lebih dahulu mengabdi sebagai PTT, atau mereka yang sudah diperpanjang lebih dari satu atau bahkan dua kali menjadi prioritas,” tegasnya.
Yuddy mengungkapkan bahwa kebijakan ini sudah disampaikan kepada Ketua Umum dan pengurus serta perwakilan daerah Ikatan Bidan Indonesia. Apalagi bidan PTT ini masuk dalam formasi diusulkan oleh pemda ke Kementerian PAN RB melalui e-formasi.
“Jangan sampai mereka tidak masuk dalam usulan tambahan formasi CPNS pemda,” terangnya.
Sebelumnya, para bidan PTT menyandera Menteri Yuddy dan Menkumham Yasonna Laoly. Kedua menteri itu langsung diadang usai menghadiri acara peluncuran Politeknik Ilmu Pemasyarakatan di Kantor Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kemenkumham, Depok, Jawa Barat. Pengadangan itu dilakukan lantaran nasib bidan desa PTT merasa digantung.
Sekjen Pengurus Pusat Ikatan Bidan Indonesia (IBI) Tuminah, mengatakan, kedatangan mereka untuk meminta ketegasan jawaban. Sebab, hingga kini mereka masih merasa digantung statusnya. Mereka mengeluhkan soal prosedural yang harus dilalui untuk menjadi pegawai negeri sipil (PNS).
Menurut dia, secara teknis mereka harus tetap mengikuti Computer Assisted Test (CAT). Padahal, sehari-hari mereka bertugas di wilayah pedalaman yang jauh dari jangkauan internet. “Ada sekitar 2.600 bidan desa yang usianya di atas 35 tahun dan belum diangkat,” kata Tuminah, Selasa (3/5) lalu.
Secara teknis, kata dia, para bidan ini kesulitan dan keberatan dengan prosedural itu. Oleh sebab itu, mereka meminta kebijaksanaan pemerintah terhadap nasib ribuan bidan desa itu. Para bidan desa itu mengabdi di desa-desa terpencil dan sudah belasan tahun.
Mereka juga melayani masyarakat yang kesulitan mengakses layanan kesehatan. Karena tidak ada tenaga medis di desa terpencil, mereka juga harus menolong para ibu melahirkan di desa terpencil. “Kami ingin segera dibuatkan payung hukum supaya bisa menjadi PNS, bukan P3K karena masa kerja mereka sudah sampai ada yang tiga kali perpanjangan, masa sih tidak dihargai,” keluhnya.
Melihat kondisi ini, Menteri Yuddy mengatakan, pihaknya sedang memperjuangkan nasib 2.600 bidan desa berumur di atas 34 tahun. Namun, kata dia, ini harus dilakukan dengan lintas kementerian.
Yuddy berjanji pembahasan payung hukum ini menjadi skala prioritas. “Inilah yang sedang dipersiapkan payung hukumnya, tidak cukup Permenpan saja. Tentunya jadi prioritas dan kita hargai pengabdian mereka,” kata Yuddy.
Sumber: merdeka.com