BANDUNG BARAT, (CAMEON) – Malang benar nasib Muhammad Rafa Saputra. Balita 2 tahun putra pasangan Indrina (36) dan Jamaludin (36) warga Kampung Cidadap RT02/12Desa Padalarang Kecamatan Padalarang Kabupaten Bandung Barat (KBB) ini punya penyakit tak biasa.
Ia putra bungsu dari enam bersaudara ini harus berjuang melawan penyakit tumor di matanya. Menyedihkan, kornea mata sebelah kanannya menonjol hingga sekitar 10 cm. Kira-kira sebesar mentimun.
Ironisnya, Rafa yang menderita penyakit ini sejak usia satu tahun, belum mendapatkan bantuan dari pihak pemerintah. Sedangkan BPJS Kesehatan dengan prosedurnya yang tidak sederhana belum tuntas sampai sekarang.
Hingga sepekan lalu, pengobatan Rafa mengandalkan pendapatan ayahnya yang bermata pencaharian buruh. Dengan penghasilan yang tak seberapa, beban berobat Rafa harus dibagi-bagi dengan 5 kakaknya.
Di tengah ketidakpedulian Dinas Kesehatan KBB dan jajaran pemerintahnya, ada angin segar diberikan pimpinan Dewan Pengurus Daerah (DPD) Partai Golkar KBB. Biaya pengobatan Rafa akan ada yang mengurus.
Ketua DPD Golkar KBB, Doddy Imron Cholid, datang menjenguk Rafa. Sehari pasca dilantik di rumah seorang nenek tua, Doddy menjenguk Rafa di rumahnya, Kampung Cidadap.
“Kami dari pengurus Golkar KBB siap membantu proses pengobatan Rafa hingga secara medis dinyatakan sembuh,” tegasnya, Selasa (20/12/2016).
Dirinya sudah melakukan silaturahim ke rumah Rafa, Minggu (18/12/2016) kemarin. Ia melihat langsung, bagaimana penderitaan bocah tak berdosa ini melawan salit dimatanya.
Doddy memang belum tahu penanganan medis seperti apa yang terbaik untuk Rafa. Tapi, melihat kondisinya yang memprihatinkan, dia pun tak kuasa menahan tangis.
“Sangat menyedihkan sekali. Rafa harus sembuh. Kami sangat peduli dengan kondisinya,” tutur Doddy.
Pihaknya berjanji akan mendampingi keluarga ini untuk berobat. “Kami juga akan coba bekerjasama dengan pemerintah agar mengoptimalkan BPJS,” ucap Doddy.
Doddy menegaskan, Golkar akan segera melakukan upaya dan langkah agar Rafa segera mendapat pengobatan konfrehensif dan terbaik. Balita ini harus selamat masa depannya.
“Jika memang pelayanan BPJS kurang optimal menangani asus ini, kami akan membawa Rafa ke Rumah Sakit swasta yang memiliki peralatan lengkap dan tenaga ahli yang sanggup menanganinya,” jelasnya.
Dia pun menegaskan, kedatangannya ke rumah Rafa bukan mau dipuji. Sama sekali tidak ada niatan itu. “Maksud saya ke sini bukan ‘pupujieun’, tapi ini murni bentuk kepedulian dan empati untuk saudara yang membutuhkan,” imbuhnya.
Saat melihat kondisi tumor Rafa yang kian membesar hingga sulit beraktivitas dan turun nafsu makan, Doddy menyarankan agar Rafa segera mendapatkan perawatan intensif.
Ia pun memberikan bantuan sejumlah uang untuk operasional pengobatan dan sembako agar sedikit meringankan beban ekonomi keluarga, yang hanya mengandalkan pendapatan Kuli bongkar muat pasir ayah Rafa.
Berkaca pada kasus ini, Doddy menjelaskan persoalan dasar masyarakat di Indonesia tak lepas dari tiga faktor yang saling berkaitan yakni Pendidikan, Kesehatan dan Kesejahteraan.
Kasus Rafa ini menjadi salah satu dari sekian persoalan masyarakat yang menjadi tanggung jawab bersama. “Faktor ekonomi ditambah dengan minimnya pengetahuan yang dimiliki orang tua penderita menjadi penyebab tumor lambat ditangani,” jelasnya.
Dilantiknya dirinya sebagai Ketua DPD Golkar Bandung Barat, lanjut mantan pejabat BPN pusat ini, menggugah rasa empati dan tanggung jawab untuk menyelesaikan satu dari sekian persoalan masyarakat.
“Kasus ini bukan hanya di sini, karena saya kini diberi amanah di Bandung barat sudah menjadi tanggung jawab saya untuk peduli dan mengedepankan rasa empati menyelesaikan satu persoalan masyarakat ini,” jelasnya.
Indrina, ayahnya Rafa, tentu mengaku bahagia dengan kedatangan Doddy dan rombongan. Terlebih, selama ini dirinya merasa tidak ada yang mempedulikan.
“Serasa punya saudara. Terima kasih atas bantuannya. Kami sangat bersyukur,” lirihnya, saat ditemui dikediamannya, di Kampung Cidadap.
Sejujurnya, hati dia menjerit setiap detik. Ia tidak tega melihat penderitaan sang buah hati. Bagaimana tangan mungil Rafa yang tidak tahu apa-apa itu sering menggaruk mata yang semakin menonjol dengan warnanya kemerehan.
“Kalo digaruk seperti mau dicabut. Kasihan. Pernah ya. Sampai berdarah. Semakin menangis menahan sakit,” imbuhnya.
Sejak tumor kian membesar, nafsu makan Rafa menurun dan hanya mau minum ASI saja. Sesekali meminta makanan buah-buahan kesukaannya.
“Sudah dibelikan, sukanya jeruk. Tapi cuma dimakan sedikit,” kata dia.
Ekonomi keluarga yang hanya mengandalkan pendapatan dari kuli bongkar muat pasir tentu membuat dia tidak percaya diri untuk berobat ke rumah sakit. Apalagi sampai berobat ke rumah sakit swasta yang mahal harganya.
Untuk sekali pergi ke RS Cicendo Kota Bandung saja, keluarga harus merogoh kocek cukup dalam. Perlu puasa beberapa hari untuk kebutuhan keluarga ini, terutama kelima kakaknya Rafa.
“Kemarin ke Cicendo borong angkot Rp. 250 ribu pulang pergi, ada untuk ongkos tidak ada untuk makan anak-anak yang lain,” cetusnya.
Sebelum ke Cicendo, imbuhnya, keluarga ini sudah membawa Rafa ke Puskesmas bahkan ke RSU Cibabat Cimahi. Sayangnya, pihak rumah sakit sudah tak sanggup menangani derita Rafa.
“Puskesmas dan Cibabat angkat tangan, katanya harus di Operasi di RSHS,” imbuhnya. (Naim)