SULTRA (CM) – Nasib Aipda WH beserta keluarganya akhirnya disorot oleh kuasa hukumnya setelah kasus yang melibatkan Guru Supriyani menjadi viral dan menarik perhatian publik.
Setelah Guru Supriyani ditahan, kini Aipda WH disebut mengalami tekanan berat, merasa pusing, dan stres.
Laode Muhram Naadu, sebagai kuasa hukum Aipda WH, menyampaikan bahwa kondisi psikologis kliennya saat ini sangat terguncang akibat menjadi bahan perbincangan publik terkait kasus Supriyani.
Menurutnya, tuduhan bahwa kliennya meminta uang damai dari Supriyani hanyalah informasi sepihak yang tidak benar.
Aipda WH juga telah menyatakan bahwa dia sama sekali tidak pernah menyebutkan atau meminta uang damai sebesar Rp50 juta kepada Guru Supriyani.
“Situasi Aipda WH dan istrinya sangat tertekan terkait isu uang Rp50 juta yang dikaitkan dengan kasus ini. Tuduhan tersebut adalah fitnah yang sangat merugikan,” ungkapnya melalui sambungan telepon pada Minggu malam 27 Oktober 2024.
Kuasa hukum tersebut menambahkan bahwa Aipda WH dan keluarganya kini cenderung menarik diri dari kehidupan sosial akibat kasus ini yang menjadi viral di masyarakat.
“Mereka sekarang menjadi lebih tertutup, bahkan mengaku merasa pusing dan stres akibat pemberitaan yang dianggap tidak berimbang. Mereka merasa menjadi korban fitnah,” jelasnya.
Muhram menegaskan bahwa jumlah uang Rp50 juta yang dipersoalkan bukanlah permintaan dari pihak kliennya, WH.
Menurutnya, nominal tersebut pertama kali diungkapkan oleh kepala desa dan telah diakui oleh Supriyani.
Kasus ini bahkan sampai ke kejaksaan karena tidak ditemukan kesepakatan damai antara kedua belah pihak.
“Uang itu bukan inisiatif dari keluarga korban, melainkan dari kepala desa, dan hal ini sudah diakui oleh Ibu Supriyani,” tegas Muhram.
Ia melanjutkan bahwa informasi mengenai uang tersebut pertama kali muncul ketika orang tua siswa SDN 4 Baito bermaksud melaporkan Supriyani pada Jumat, 26 April 2024.
Supriyani dilaporkan karena diduga memukul salah satu siswa pada Rabu, 24 April.
Pada hari kejadian, Aipda WH dan istrinya bertemu dengan Supriyani sekitar pukul 14.00 WITA untuk meminta penjelasan, setelah anak mereka mengaku dipukul oleh Supriyani.
Namun, saat itu Supriyani membantah melakukan pemukulan terhadap anak Aipda WH.
“Ibu Supriyani waktu itu membantah, mengatakan bahwa dia tidak pernah melakukan pemukulan dan menantang untuk membuktikan hal tersebut,” ujarnya.
Orang tua siswa yang merasa tersinggung kemudian membuat laporan di Polsek Baito.
Pada 10 Mei, penyidik Polsek memanggil Supriyani untuk mediasi dan memberi kesempatan untuk berdamai.
Dalam pertemuan itu, Supriyani didampingi oleh suami dan kepala sekolah SDN 4 Baito.
Berdasarkan keterangan orang tua siswa, Supriyani pada saat itu mengakui kesalahan dan meminta maaf.
Pada pertemuan kedua, upaya mediasi kembali dilakukan dengan kehadiran Supriyani, suaminya, dan Kepala Desa Wonoua Raya untuk bertemu dengan orang tua siswa.
Dalam pertemuan tersebut, suami Supriyani menyerahkan amplop putih berisi uang sebagai biaya perawatan untuk anak Aipda WH.
“Saat itu, klien saya merasa tersinggung dan bertanya, ‘Apa ini? Mengapa ada amplop semacam ini?’,” jelasnya.
Amplop itu kemudian diambil oleh kepala desa yang menjelaskan bahwa uang tersebut hanya untuk biaya pengobatan.
Muhram mengatakan, kliennya merasa kesal dan tersinggung dengan tindakan suami Supriyani, terutama karena pada mediasi pertama Supriyani sempat menolak untuk mengakui kesalahan.
Muhram menegaskan bahwa jumlah Rp50 juta yang ramai diperbincangkan bukan berasal dari kliennya, melainkan dari inisiatif suami Supriyani.
“Dalam mediasi itu, yang pertama kali menyerahkan amplop adalah suami Supriyani, bukan klien saya yang menyebut nominal Rp50 juta,” terang Muhram.