KOTA TASIKMALAYA (CM) – Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Tasikmalaya, Edy Ganda Permana meminta kerjasama nasabah/debitur dan bank/perusahaan pembiayaan keringanan cicilan pembayaran kredit/leasing tidak otomatis, debitur/nasabah wajib mengajukan permohonan kepada bank/leasing. Bank/Leasing wajib melakukan asesmen dalam rangka memberikan keringanan kepada nasabah/debitur.
“Keringanan cicilan pembayaran kredit/pembiayaan dapat diberikan dalam jangka waktu maksimum sampai dengan 1 tahun, bentuk keringanan antara lain penurunan suku bunga, perpanjangan jangka waktu, pengurangan tunggakan pokok, pengurangan tunggakan bunga, penambahan fasilitas kredit/pembiayaan, konversi kredit/pembiayaan menjadi penyertaan modal sementara dan/atau lainnya sesuai kesepakatan baru,” terangnya, di Ruang Rapat Besar Kantor OJK, Senin (11/05/2020).
Ia juga meminta penarikan kendaraan/jaminan kredit bagi debitur yang sudah macet dan tidak mengajukan keringanan sebelum dampak Covid-19, dapat dilakukan sepanjang bank/perusahaan pembiayaan melakukannya sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
Selanjutnya, pihak perbankan maupun perusahaan pembiayaan diminta menghentikan sementara penagihan kepada masyarakat yang terdampak wabah Covid-19 seperti, pekerja di sektor informal atau pekerja berpenghasilan harian. “Namun untuk debitur yang memiliki penghasilan tetap dan masih mampu membayar tetap harus memenuhi kewajibannya sesuai yang diperjanjikan,” katanya.
Di samping, adanya keluhan dari masyarakat tersebut perlu dicermati adanya upaya penolakan dari sekelompok masyarakat tertentu terhadap upaya bank/perusahaan pembiayaan/lembaga keuangan lainnya untuk melakukan aktifitas khususnya penagihan di lingkungan-lingkungan tertentu,.
Termasuk dengan memberikan stigma negatif (contoh sebutan bank emok) kepada semua lembaga keuangan tidak terkecuali lembaga keuangan yang beroperasi secara resmi dan diawasi oleh OJK yang dalam hal ini telah menyelenggarakan operasional sesuai dengan prinsip-prinsip pengelolaan yang baik sesuai ketentuan.
Untuk itu, ujarnya, diperlukan kesadaran bersama bahwa praktik pelarangan ini dapat berdampak negatif terhadap iklim ekonomi, tingkat kepercayaan, dan simpanan masyarakat di lembaga keuangan pada khususnya.
Sebagai langkah lanjutan untuk penguatan ekonomi nasional khususnya di sektor jasa keuangan, dalam beberapa waktu mendatang stimulus perekonomian berikutnya yang akan dijalankan yaitu pemberian subsidi bunga bagi debitur bank dan perusahaan pembiayaan.
“OJK bersama pemerintah saat ini tengah menyiapkan ketentuan pelaksanaan program stimulus tersebut. Subsidi bunga akan diberikan untuk 6 bulan ke depan dengan besaran yaitu
untuk subsidi suku bunga kluster sampai dengan Rp500 juta sebesar 6%, untuk tiga bulan pertama dan 3% untuk tiga bulan kedua.
Lalu, subsidi bunga untuk kluster di atas Rp500 juta sampai dengan Rp10 miliar akan diberikan sebesar 3% untuk tiga bulan pertama dan 2% untuk tiga bulan kedua.
Adapun kriteria debitur bank dan perusahaan pembiayaan yang berhak mendapatkan subsidi bunga pemerintah.
“Debitur dengan kolektibitas 1 (Lancar) dan kolektibilitas 2 (dalam perhatian khusus) untuk bank/BPR/Perusahaan pembiayaan, serta target penerima manfaat debitur bank/BPR/perusahaan pembiayaan dengan kategori kredit produktif UMKM sampai dengan Rp10 miliar, kredit kendaraan bermotor yang digunakan untuk usaha produkti (Rp500 juta) dan kredit pemilikan rumah (tipe 21,22 sampai dengan 70),” pungkasnya. (Edi Mulyana)