JAKARTA, (CAMEON) – Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang kedua sengketa Perselisihan Hasil Pilkada Serentak 15 Februari 2017, di ruang sidang MK Jalan Merdeka Barat Jakarta Pusat, Rabu (22/3/2017).
Saat memimpin jalannya persidangan, Ketua MK Prof Dr Arief Hidayat mempertanyakan bantuan hibah kepada Wali Kota Budi Budiman, terkait penggunaan dana hibah, dengan sumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) sebesar Rp 35 Miliar.
Inti pertanyaannya, Arief menyampaikan, mengapa penggunaan APBD tersebut dilakukan pada saat mendekati pemilukada.
Masih dalam suasana persidangan, Budi membantahnya. Ia menepis pertanyaan yang di lontarkan langsung kepadanya.
“Kami sebagai incumbent Wali Kota pada waktu itu, termasuk pemohon juga sebagai incumbent Wakil Wali Kota yang sudah dua priode,” kata Budi.
Budi mengarahkan objek kepada Dede, Wakil Wali Kota yang dalam perhelatan Pilkada kemarin menjadi rivalnya. Budi bersama Yusuf nomor urut 2, dan Dede bersama Asep nomor urut 3.
“Dia (Dede Sudrajat) dan saya satu periode sama-sama, setidaknya dia pasti tahu perjalanan bantuan hibah tahun 2016 dan tahun-tahun sebelumnya,” ujar Budi.
Di luar persidangan, kepada CAMEON Budi menjelaskan, sebetulnya bantuan hibah itu sudah menjadi agenda rutin yang diatur oleh peraturan yang benar. Sehingga bantuan hibah pun disalurkan melalui mekanisme yang benar melalui pondok pesantren, pendidikan agama, DKM, fakir miskin, panti jompo dan lainnya.
“Intinya menjelang Pemilukada serentak 15 Februari 2017 tidak ada peningkatan bantuan anggaran dana hibah,” katanya.
Adapun peningkatan angka hibah menjelang pemilukada kemarin, katanya, dana hibah tersebut untuk kepentingan KPU, Panwas, pihak kepolisian dan lainnya. Dan itupun sudah dititipkan dan tidak dipegang oleh pemerintah kota.
“Artinya itu yang disebut peningkatan hibah di tahun 2016. Itu pun sudah disetujui dan di Verifikasi, serta diketok palu oleh anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD),” pungkasnya. (Edi Mulyana)