TASIKMALAYA (CM) – Ada perasaan kesel dan terlintas dalam benak kita betapa pemalasnya mereka yang hanya mengandalkan sebuah baluran cat berwarna perak yang kerap kita temui di sejumlah perempatan lampu lampu setopan di Kota Tasikmalaya.
Ya mereka menamakan dirinya komunitas anak jalanan. Tak hanya mencat diri beberapa dari merka bahkan rela merogoh kocek hingga satu juta untuk mmebuat kostum ala transformer atau Robocop supaya menarik perhatian pengguna jalan.
“Saya baru 3 bulan seperti ini pak, jujur saya lagi males bekerja,“ ucap Dadan ( 26 ) mengawali pembicaraan.
Pemuda warga Cieunetung yang baru saja menikah ini nampak gugup saat kami menanyakan kenapa harus turun mencari nafkah untuk istri dengan seperti itu ?
“Kan bisa menjadi kenek supir angkot, atau menjadi tukang parkir itu lebih instan dapet uang, tidak ttterrrkkkesan meminta minta,” tanyaku.
“Ya mau gimana lagi pak, mungkin jalan ini yang harus saya lakukan mencat diri dengan warna perak, kita hanya butuh uang untuk makan saja pak tak lebih “ tambahnya.
Berurusan dengan Satpol PP? Dadan mengakui sudah sering terjaring operasi dan yang dilakukan oleh petugas hanya mendata dan melarang untuk tidak mengelar aksinya di setiap perempatan lampu stopan.
“Lho, sekarang kamu dan kawan kawan malah turun lagi dan di perempatan pula, melanggar lagi dong,“ tanyaku.
“ hehe iya sih pak, da mau gimana lagi “ jawabnya singkat.
Namun saat kutanya apa keinginan sesungguhnya yang dia harapkan, pemuda ini mengatakan bahwa dirinya hanya ingin menjadi seorang wiraswsta namun terbentur permodalan.
“Saya mah sebetulnya ingin usaha jualan pak, bersama istri tapi gak punya modal,“ terangnya.
“Loh kenapa kamu ngak sampaikan itu ke peyugas satpol PP yang kerap menangkapimu?,“ desakku.
“Sudah sering saya sampaikan tapi jawabnya , ya nanti saya catat keinginanmu , itu saja pak “ jawabnya.
Tentu saja keinginan mulia untuk membuka usaha membuka warung bersama sang istri, harus menjadi perhatian pemerintah, loh kenapa pemerintah? yak arena UUD 1945 sudah mengamanatinya bahwa fakir miskin dan anak anak terlantar dipelihara oleh Negara, kurang lebih demikianlah penjelasnnya, namun sudah bisa tebak alasan klasik pemerintah CQ Dinas Sosial, lirih bahasa melehoy dengan kalimat “kami tak punya anggaran“ selalu menjadi peluru utama, padahal kita sering disuguhi sebuah program keuangan pemerintah yang terstruktur yang dinamai RPJMD Rencana pembangunan Jangka Menengah Daerah, bukankah memberikan jalan keluar dengan cara memberikan permodalan juga upaya untuk membangun bangsa ini ? tapi entahlah apa yang terlintas di para pejabat ini ???
Jangan sampai dimasa pandemic covid 19 ini, kekosongan anggaran menjadi alas an kuat dan pas untuk menjawab semua pertanyaan diatas., meski faktanya memang seperti itu.
Dan akhirnya perhatikan ucapan Maman mekanik sebuah bengkel yang kerap memperhatikan aksi dadan dan kawan kawan ini, tentu saja Maman bukan lulusan sosiologi apalagi pejabat di Dinas Sosial, namun nalar Maman sejatinya sudah menegalahkan nalar mereka yang duduk di sekolah yang lebih tinggi.
“Saya mah khawatir jika sudah terakumulasi denganan titik kebosanan, dan adik adik kita ini sudah tak lagi memiliki semangat untuk belkerja dan berusha maka dampak negative dari semua ini adalah tingkat kejahatan, itu saja pak “ Ucapnya.
Dadan si silver, wawan si transformer dan seabreg teman teman lainnya yang berprofesi menjadi pengais belas kasih di balik topeng mereka, adalah saudara kita juga ya anak bangsa yang terhimpit ekonominya terlebih dimasa pandemic ini, terlepas dari kemalasan dan ketidak berdayaannya sejatinya pemerintah dan pihak berweanng lain yang mumpuni menjembatani mereka dalam bidang usaha sudah sepetutnya mengangkat mereka dari keterpurukan ekonomi dan memberikan permodalan bagi mereka, agar mereka bisa mandiri dalam berusaha untuk dirinya dan keluargnya, meski itu semua hanya isapan jempol belaka ditengah carut marutnya ekonomi bangsa saat ini. (dzm)