KOTA TASIKMALAYA (CM) – Direktur Pariwisata Malaysia-Jakarta, Roslan Othman, melirik Kota Tasikmalaya, Cirebon dan Garut Provinsi Jawa Barat sebagai tujuan destinasi wisata selain kota-kota besar yang sudah terkenal di Indonesia.
Menurutnya, saat ini telah bekerjasama dengan beberapa travel agen Tasikmalaya dan Malaysia untuk saling mengenalkan destinasi wisata alam, produk lokal ciri khas dan sektoral bisnis lainnya di kedua Negara.
“Kami sengaja memilih Kota Tasikmalaya karena salah satu daerah dengan destinasi wisata produk unik dan bordir yang sudah dikenal di Malaysia dan Negara lainnya,” terangnya di salah satu Hotel di jalan Yudanegara Tasikmalaya, Rabu (20/02/2019).
Ia menyebut langsung datang dari Malaysia dengan membawa beberapa perwakilan travel agen untuk menjalin kerjasama. “Melalui kerjasama Malaysia-Indonesia di Kota Tasik ini diyakini akan mampu membuka sektoral bisnis wisata kedua Negara yang sangat besar. Kota Tasik sendiri dikenal sebagai sentra bordir dan produk unggulan masyarakat yakni payung geulis. Ternyata yang saya liat, bordir yang banyak di Bandung dan di Jakarta, pembuat dan sentranya kebanyakan berasal dari Kota Tasikmalaya,” ungkap ia.
Bagi para turis asal Kota Tasikmalaya yang hendak ke Malaysia, kata Ruslan, tentunya akan mendapatkan berbagai fasilitas tujuan destinasi unggulan, sehingga pengenalan berbagai sentra produk ciri khas dan destinasi wisata kedua Negara akan lebih intensif dan lebih dikenal. “Utamanya, jalinan kerjasama ini untuk saling menguntungkan bagi kedua Negara,” paparnya.
Sementara itu, Ketua Association of The Indonesian Tours and Travel Agencies (ASITA) Perwakilan Kota Tasikmalaya, Nurhaeni, menyambut baik kerjasama antara Tourism Malaysia bersama Kota Tasikmalaya. Kerjasama diwakili oleh Wakil Wali Kota Tasikmalaya, Muhammad Yusuf dengan Direktur Tourism Malaysia, Roslan Othman.
“Kita menyambut baik sudah dilakukan kerjasama antara Malaysia dan Kota Tasikmalaya ini. Kita akan lebih membuka ruang pengenalan destinasi berbagai wisata dan produk unggulan kedua Negara,” pungkasnya (Edi Mulyana)