KOTA TASIK (CM) – Perhatian terhadap kerusakan lingkungan yang semakin parah akibat ulah manusia kini semakin meningkat, terutama di kalangan mahasiswa.
Sebagai agen perubahan (agent of change), mahasiswa memiliki peran penting dalam menjaga keseimbangan alam dan lingkungan. Kesadaran ini harus ditanamkan sejak dini agar mereka dapat berkontribusi secara nyata dalam pelestarian lingkungan.
Ketua Unit Kegiatan Mahasiswa Pecinta Alam (UKM Kamapala) STIA YPPT Priatim Tasikmalaya, Zamzam Fauzi yang lebih dikenal dengan nama rimba “Bedul” mengangkat topik ini dalam acara pengenalan UKM Kamapala di Pekan Orientasi Kehidupan Kampus pada Jumat, 20 September 2024. Menurut Bedul, mahasiswa harus memahami kondisi lingkungan yang rusak agar dapat berperan sebagai penggerak perubahan.
Ia menegaskan bahwa masalah lingkungan yang dihadapi saat ini terlalu kompleks untuk ditangani oleh pemerintah saja.
“Mahasiswa perlu menyadari betapa besar permasalahan lingkungan yang kita hadapi, mulai dari deforestasi, pencemaran, hingga kerusakan ekosistem.
Semua ini memerlukan kolaborasi dari berbagai pihak, termasuk peran penting mahasiswa dalam menjaga keseimbangan alam dan lingkungan hidup,” kata Bedul.
Lebih jauh, Bedul menekankan bahwa keberadaan mahasiswa dalam isu lingkungan tak boleh diabaikan. Sebagai kaum intelektual, mahasiswa memiliki kapasitas untuk merumuskan gagasan serta strategi guna mengatasi berbagai permasalahan lingkungan.
“Eksistensi mahasiswa sangat krusial. Mereka harus aktif memahami masalah ini, menjaga komunikasi, dan membangun sinergi dengan berbagai pihak untuk menyelesaikan tantangan lingkungan,” tambahnya.
Baca Juga: Sinergi Kemenkumham dan PSSI, Dukung Prestasi Olahraga Nasional Menuju Kancah Internasional
Bedul juga menyoroti pentingnya mahasiswa memahami data terkait potensi masalah dan tingkat kerusakan lingkungan. Hal ini akan memungkinkan penanganan lingkungan dilakukan dengan lebih efektif.
“Misalnya, di Kota Tasikmalaya ada sekitar 178 hektare lahan kritis yang butuh penghijauan segera,” jelasnya.
Selain itu, ia juga mencatat bahwa setiap harinya sekitar 220 ton sampah diangkut ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Ciangir di Kota Tasikmalaya. Masalah sampah ini, menurutnya, seharusnya menjadi perhatian serius mahasiswa.
Mereka diharapkan bisa berkontribusi melalui solusi regulasi atau aksi nyata di lapangan. Salah satu langkah konkret yang dapat dilakukan adalah gerakan bersih-bersih lingkungan sebagai upaya mengatasi masalah sampah di kota tersebut.
Di sisi lain, Adhiell Muhammad Faizin dan Widi Maulida Latifah, dua mahasiswa Jurusan Administrasi Negara STIA Tasikmalaya, mengaku bahwa mereka belum sepenuhnya memahami tingkat kerawanan lingkungan di Kota Tasikmalaya.
“Saya belum terlalu paham secara data, tetapi sering mendengar di media tentang masalah sampah yang menumpuk di permukiman,” ungkap Adhiell.
Adhiell berharap, melalui edukasi yang disampaikan oleh UKM Kamapala, kesadaran serta sikap kritis mahasiswa terhadap lingkungan akan tumbuh.
Ia juga berharap kegiatan ini dapat meningkatkan peran mahasiswa dalam menangani masalah lingkungan.
“Semoga dengan adanya pengenalan ini, mahasiswa semakin sadar dan peduli, sehingga bisa memberikan kontribusi nyata dalam menjaga kelestarian lingkungan,” tutupnya.
Kesadaran akan pentingnya menjaga lingkungan bukan hanya tanggung jawab pemerintah, melainkan juga tanggung jawab seluruh masyarakat, termasuk mahasiswa.
Dengan peran strategis mereka, mahasiswa diharapkan dapat menjadi motor penggerak perubahan menuju lingkungan yang lebih lestari.
Masalah lingkungan, seperti lahan kritis dan penumpukan sampah di Kota Tasikmalaya, memerlukan aksi nyata dari semua pihak.
Sinergi dan kolaborasi yang terjalin diharapkan mampu mendorong peran aktif mahasiswa dalam menemukan solusi, baik melalui kajian akademis maupun aksi sosial yang berkelanjutan.