News

Komisi II DPR RI Bahas Sertifikasi dan Mafia Tanah, Menteri ATR/BPN Diharapkan Hadir

122
×

Komisi II DPR RI Bahas Sertifikasi dan Mafia Tanah, Menteri ATR/BPN Diharapkan Hadir

Sebarkan artikel ini

JAKARTA (CM) – Komisi II DPR RI mengundang Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, dalam rapat kerja yang berlangsung hari ini, Kamis 30 Januari 2025.

Salah satu topik utama yang akan dibahas dalam pertemuan tersebut adalah penerbitan Sertifikat Hak Milik (SHM) serta Surat Hak Guna Bangunan (SHGB) di kawasan pagar laut yang berlokasi di Tangerang, Banten.

Sekretaris Jenderal Kementerian ATR/BPN, Suyus Windana, memastikan kehadiran Nusron Wahid dalam rapat ini.

“Terjadwal hadir,” kata Suyus saat dikonfirmasi pada Kamis 30 Januari 2025.

Di sisi lain, Anggota Komisi II DPR RI, Mohammad Toha, mendesak Menteri ATR/BPN untuk menyelesaikan 48 ribu kasus mafia tanah yang terjadi di Indonesia, termasuk permasalahan pemagaran laut di perairan Tangerang, Banten. Ia menegaskan bahwa isu pertanahan perlu menjadi perhatian serius pemerintah karena dampaknya sangat luas dan sering kali merugikan masyarakat.

Toha menjelaskan bahwa maraknya kasus mafia tanah disebabkan oleh lemahnya pengawasan, kurangnya transparansi, serta minimnya penegakan hukum. Selain itu, banyak mafia tanah yang memanfaatkan kelalaian masyarakat dalam menjaga kepemilikan tanah mereka.

“Pada 14 November 2024, Menteri ATR/BPN Nusron Wahid menyebutkan bahwa terdapat 48 ribu kasus mafia tanah di Indonesia. Dari jumlah tersebut, 79 persen telah ditangani,” ungkap Toha dalam pernyataan resminya pada Kamis 30 Januari 2025.

Lebih lanjut, Toha meminta Menteri ATR/BPN untuk menjelaskan sejak kapan data 48 ribu kasus tersebut dihitung. Sebab, berdasarkan laporan Kejaksaan Agung terkait pemberantasan mafia tanah dalam periode 2022 hingga 10 November 2023, telah masuk 669 laporan pengaduan terkait masalah ini.

“Jika 79 persen dari 48 ribu telah diselesaikan, berarti masih tersisa 10.080 kasus yang belum tuntas. Kapan akan dituntaskan? Berapa banyak yang sudah ditangani langsung oleh Menteri Nusron? Apakah kasus pemagaran laut di Tangerang termasuk dalam jumlah tersebut? Pemagaran laut seperti ini tidak boleh terjadi lagi,” tegas Toha.

Selain itu, Toha menyoroti permasalahan tanah yang belum bersertifikat dalam konflik antara perusahaan dan masyarakat. Ia juga mempertanyakan bagaimana nasib tanah ulayat di era pemerintahan Presiden Prabowo serta dampaknya terhadap masyarakat adat, khususnya yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN).

Menurutnya, pemerintah perlu melakukan pembenahan terhadap data spasial tanah yang masih belum optimal. Sejumlah faktor menjadi penyebabnya, termasuk belum meratanya upaya pembenahan di kantor pertanahan, proses pembaruan data yang masih sporadis, serta terbatasnya infrastruktur pertanahan.

“Infrastruktur agraria kita masih perlu banyak perbaikan, termasuk dalam hal penyelesaian konflik agraria, harmonisasi regulasi, dan ketersediaan data yang lebih akurat,” kata Toha.

Ia menambahkan bahwa konflik agraria kerap terjadi akibat ketimpangan dalam kepemilikan, penguasaan, serta pengelolaan sumber daya agraria. Salah satu pemicunya adalah kebijakan pemerintah yang masih tumpang tindih.

“Diperlukan kebijakan yang lebih tegas dan komprehensif agar permasalahan agraria ini bisa diselesaikan dengan adil dan transparan,” tutup Toha.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *