CIMAHI, (CAMEON) – Dewan Pembina Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), Yusfitriadi, menilai majunya petahan menjadi Calon Wali Kota di Pilkada Cimahi 2017 berpotensi menimbulkan konflik.
Menurutnya, petahana memiliki kekuasaan untuk menggerakkan Aparatur Sipil Negara (ASN) dan mengelola anggaran, sehingga rawan akan kecurangan yang berujung pada konflik.
“Meski Cimahi dikatakan aman untuk pemilu, tapi tetap saja rawan. Yang membuat rawannya itu karena petahana maju. Di mana pun kalau petahana kembali maju itu adalah titik rawan,” katanya di sela acara Sosialisasi Pengawasan Partisipatif Pemihan bagi Pemilih Pemula di Hotel Simply Valore, Jalan Baros, Kamis (6/10/2016).
Menurut dia, sangat mudah bagi petahana untuk menggerakkan ASN dengan berbagai iming-iming kenaikan jabatan atau promosi lainnya. Petahana, lanjut dia, juga bisa menggerakan dana-dana bantuan sosial.
“Mungkin (aliran dana sosial) tidak dilakukan saat ini, tapi sudah dilakukan jauh sebelum Pilkada. Kondisi itu bukan tanpa alasan, tetapi karena petahana maju lagi,” katanya.
Selain itu, Yusfitriadi menambahkan, penyelenggara pilkada baik Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) juga rentan terpengaruhi oleh petahana.
“Bukan tidak mungkin KPU dan Bawaslu akan terkontaminasi oleh petahana, karena dia dibiayai oleh pemerintahan yang ada saat ini,” ucapnya.
Guna menghindarkan terjadinya konflik, maka peluang akan adanya kecurangan mesti segera diantisipasi. Oleh karena itu, menurut dia, masyarakat harus berpartisipasi
melakukan pengawasan.
“Peran penyelenggara harus bisa memberikan pembelajaran yang berkesinambungan
untuk mencegah terjadinya potensi konflik saat pemilu,” ujarnya.
Yusfitriadi mengatakan, seluruh elemen masyarakat termasuk para pemilih pemula harus peduli dengan pemilu.
“Ini menjadi tanggung jawab bersama dan harus dikawal bersama, karena memang faktanya penyelenggara pemilu itu terbatas. Siapa yang bisa jamin kalau pemilu nanti akan aman? Jadi peran mereka (pemilih pemula) itu signifikan sekali,” imbuhnya.
Idealnya, menurut dia, pembelajaran politik bagi pemilih pemula dilakukan secara berjenjang dan tidak hanya setiap menjelang pemilu.
“Kalau tidak diedukasi, pemilih pemula ini sangat potensial untuk digerakkan atau
dikondisikan oleh orang di atasnya, seperti guru, komunitas atau orang tuanya,” imbuhnya. cakrawalamedia.co.id (Rizki)