TASIKMALAYA, (CAMEON)-Nada suara H Adeng masih terbata-bata menahan haru. Kepala Desa Pasirmukti Kecamatan Cineam Kabupaten Tasikmalaya ini masih belum percaya bahwa ada warganya yang meninggal dengan “Menyedihkan.”
Ya. Menyedihkan karena warganya seperti tidak diperlakukan sebagaimana manusia. Seharusnya sebagai manusia, saat meninggal dunia, jenazahnya diperlakukan dengan mulia.
“Saya mencoba menghubungi ke Puskesmas terdekat maupun ke pihak IGD rumah sakit. Tapi, bukannya ambulance yang datang malah jawabanya harga ambulan yang harus dibayar,” cerita Pak Kepala Desa ini memulai kegundahannya, Minggu (15/1/2017).
Adeng sebagai kepala desa sudah berikhtiar meminjamkan ambulance. Apalah daya, warganya ini memang tidak beruntung. Ini warganya tidak mampu membayar ambulance.
Tentang kesedihan H Adeng, sang Kepala Desa ini tergambarkan pula dalam sebuah status di media sosial facebook, atas nama Paguyuban Kenari Tasikmalaya. Pemilik akun membagikan cerita nyata ini, pada Minggu (15/1) sekitar pukul 13.00 Wib.
Kisah nyata lengkap dengan foto-foto mengenaskan ini menjadi viral. Hingga pukul 22.30 Wib, sudah 1.110 kali dibagikan. Komentar iba dan penuh kekecewaan pada anggota dewan dan pemerintah banjir. Warga netizen terenyuh.
Bagaimana tidak, cerita ini telah mengusik kemanusiaan yang dinistakan. Juga semangat perjuangan orang tua yang tidak berhasil menyelamatkan nyawa anaknya.
Kisah ini diperankan oleh wajah polos Arifin dan Atikah. Pasangan suami istri yang punya anak bernama Desri Ratna Sahara, Warga Dusun Cintapada RT 03/03 Desa Pasirmukti Kecamatan Cineam Kab.Tasikmalaya.
“Innalilahi wainnailaihi rojiun….Hmm,,,abong abong ka jalma miskin,ieu kajadian asli lain rekayasa jiga sinetron. (Innalilahi wainnailaihi rojiun….Hmm… Mentang-mentang pada orang miskin. Ini kejadian asli, bukan rekayasa seperti sinetron),” tulis akun itu memulai ceritanya.
Keluarga miskin ini warga Cineam Kabupaten Tasikmalaya. Arifin dan Atikah ceritanya mau membawa anaknya berobat ke Rumah Sakit dr Soekardjo. Desri, anak pasangan ini menderita penyakit ginjal.
Demi sang anak, Arifin pinjam uang ke tetangga agar bisa berobat. Tentu keinginannya satu, bisa membawa anaknya yang sudah sakit parah itu berobat.
Jarak Cineam ke Rumah Sakit yang ada di Kota Tasikmalaya itu tidaklah dekat. Arifin dan keluarganya berinisitif meminjam mobil ambulance.
Sayangnya mobil untuk darurat itu tidak diberi. Terpaksa kepala desa (Kades) mengusahakan mobil bak terbuka milik salah seorang warganya. Akhirnya, Arifin sekeluarga berangkat memakai kendaraan bak itu.
“Tiba tiba di perjalanan,tepatnya hareupeun Dahana Kec Cibeureum Kota Tasikmalaya, pasien nu ngarana Aisyah maot,” tulisnya.
Tentu saja, Arifin dan istrinya, serta kakaknya almarhumah hanya bisa sesenggukan menangis. Bingung menyaksikan anaknya meninggal dalam bak terbuka di perjalanan menuju rumah sakit.
Pemilik mobil baik terbuka sejenis pickup sepertinya tak mau membawa jenazah. Alasannya adalah mitos, sering sial kalau bawa mayat. Sambil menahan kesedihan, Arifin sekeluarga pun pasrah.
Disini H Adeng, Kepala Desa itu berusaha ikhtiar. Meminjam ambulance ke pihak rumah sakit dan Puskesmas untuk membawa jenazah kembali pulang.
Sayang, permohonannya di tolak. Jabatan Kepala Desa sepertinya tidak banyak pengaruh. Alasan penyedia mobil ambulance terkesan sederhana, kesimpulannya; harus bayar!
“Ya Alloh karunya eta mayit jeung keluargana cicing hampir 3 jam neangan mobil jenazah jeung ambulance nu sanggup mawa eta mayit. (Ya Allah, kasihan mayat dan keluarganya menunggu hampir 3 jam mencari mobil jenazah dan ambulance yang sanggup membawa jenazah),” tulisnya lagi.
Ditengah kondisi demikian, akhirnya ada yang peduli, yaitu anggota Danlanud Wiradinta. Beliau mengusahakan mobil jenazah dari temannya yang punya yayasan.
“Nuhun Pak. Mugia bantuan amal kasaean bapak anggota angkatan udara sing di gentosan ku Alloh Swt. Amin. (Terima kasih Pak. Semoga bantuan dan amal baik bapak dan angkatan udara diganti oleh Allah Swt),” tandasnya.
Kejadian ini menambah deretan kasus kesehatan dan kemanusiaan yang tak kunjung tuntas di Kota dan Kabupaten Tasikmalaya. Abainya pihak medis, cueknya pemerintah setempat dan minim perhatian dari legislatif menjadi catatan tersendiri atas kasus-kasus yang semoga ini terakhir kalinya.
Pak Kepala Desa, H Adeng tentu sudah berikhtiar maksimal. Ia ingin mengupayakan yang terbaik bagi warganya, namun apalah daya kemampuannya tak sampai.
Hingga berita ini ditulis, H Adeng masih mengenang kata-kata dari Wadir Pelayanan rumah sakit, dr Budi Termadi, kira-kira kalimatnya begini kepada pak Kepala Desa. “Secara prosedur penggunaan ambulance memang ada. Pembayarannya tergantung jauh dekatnya.” (dzm)