GARUT (CAMEON) – Sejak awal tahun ini, harga cabai semakin tinggi. Bahkan, mahalnya harga cabai yang sempat membuat banyak pedagang kuliner membatasi bahan masakan berbahan cabai ini ikut menyumbang beban inflasi di negeri ini.
Menyikapi ini, Menteri Sosial membagikan 5.000 bibit cabai kepada keluarga penerima manfaat (KPM) Program Keluarga Harapan (PKH) dan anggota Muslimat NU, di sela peringatan Harlah Muslimat NU ke 71 di Ponpes Al Musaddadiyah kabupaten Garut, Minggu (5/3/2017).
Khofifah mengatakan, bibit cabai yang merupakan bantuan dari Kementerian Pertanian ini diharapkan bisa membantu ibu-ibu rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari cabai.
“Biji bibit termasuk Cabai di lingkungan masyarakat selalu dianggap remeh. Padahal, komoditas cabai ini menjadi salah satu indikator penyumbang inflasi di Indonesia,” imbuh Khofifah.
Khofifah mengatakan, cara menurunkan harga cabai ini sebenarnya gampang. Tinggal ada kemauan dari masyarakat, tidak harus memiliki lahan kosong yang luas.
“Menanam cabai bisa memanfaatkan halaman rumah. Kalau halamannya di tembok bisa pakai pot, plastik, atau barang bekas lainnya,” ujarnya.
Cara menanamnya tidak sulit karena tanaman cabai tidak membutuhkan perawatan khusus. Khofifah, mencontohkan apa yang telah dilakukannya di rumah dinas maupun di rumah pribadinya.
Meskipun tidak banyak tanaman cabai yang ditanamnya, ungkap Khofifah, namun cukup membantu disaat harga cabai mahal seperti sekarang.
“Silakan tengok di Surabaya atau di rumah dinas Widya Chandra Jakarta, saya menanam 10 – 15 tanaman cabai di pot. Lumayan hasilnya,” tuturnya.
Diungkapkan Khofifah, umumnya masyarakat Indonesia menyukai rasa pedas dalam setiap masakan. Tak ayal, ketika pasokan cabai terbatas saat musim hujan komoditas ini naik tidak terkendali.
Keberadaan lahan pekarangan sesempit apapun kata dia, dapat memberikan hasil yang positif, apabila dimanfaatkan secara tepat dan optimal.
“Hasilnya dapat mengurangi biaya pengeluaran keluarga, pada akhirnya dapat meningkatkan perekonomian keluarga yang lebih baik,” pungkasnya. (Edi Mulyana)