BANDUNG (CM) – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Jawa Barat mendorong pemerintah provinsi untuk membentuk Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) guna mengelola Masjid Raya Al Jabbar secara mandiri. Usulan ini muncul sebagai respons terhadap tingginya biaya perawatan masjid yang mencapai miliaran rupiah setiap bulan.
Wakil Ketua DPRD Jawa Barat, Ono Surono, menyoroti perlunya evaluasi menyeluruh terhadap anggaran perawatan masjid raya yang menjadi tanggungan provinsi.
“Evaluasi yang saya maksud ini terkait pembiayaan pemeliharaan yang mencapai Rp42 miliar per bulan. Angka ini sangat membebani APBD, padahal di saat yang sama kita juga harus fokus pada prioritas lain seperti pembangunan infrastruktur, penyediaan ruang kelas baru, serta ketahanan pangan,” ujar Ono, Jumat 7 Februari 2025.
Sebagai solusi, Ono mengusulkan agar pengelolaan Masjid Raya Al Jabbar dialihkan ke BLUD. Dengan skema ini, masjid dapat dikelola secara mandiri tanpa terus bergantung pada APBD.
“Menurut saya, Al Jabbar sebaiknya dikelola melalui BLUD. Dengan begitu, pengelola bisa secara mandiri menjalankan operasional masjid sebagai tempat ibadah, sekaligus menjadikannya sebagai wisata religi yang bisa mendukung pertumbuhan UMKM di sekitarnya. Jangan sampai terus membebani APBD Jawa Barat,” jelasnya.
Selain mendorong pembentukan BLUD, Ono juga mengkritik kebijakan Ridwan Kamil (RK) saat menjabat sebagai Gubernur Jawa Barat, yang dinilainya hanya berfokus pada pembangunan ikon-ikon megah tanpa mempertimbangkan aspek perawatan jangka panjang.
“Saya melihat pemerintahan Ridwan Kamil hanya mampu membangun bangunan yang ikonik dan megah, tetapi kurang memikirkan bagaimana cara pemeliharaan dan pengelolaannya di masa depan,” tegas Ono.
Menurutnya, kebijakan ini kurang adil bagi masyarakat, mengingat masih banyak program lain yang lebih mendesak tetapi terhambat akibat keterbatasan anggaran.
“Tidak adil bagi rakyat jika APBD terus-menerus dialokasikan untuk Masjid Al Jabbar dan bangunan ikonik lainnya. Masih banyak rumah tidak layak huni (rutilahu) yang perlu diperbaiki, jalan yang rusak, serta sekolah yang kekurangan ruang kelas baru,” tambahnya.
Selain itu, fakta bahwa pembangunan Masjid Al Jabbar dibiayai dari pinjaman dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) saat pandemi COVID-19 juga menjadi sorotan. Gubernur Jawa Barat terpilih, Dedi Mulyadi, mengungkap bahwa pembayaran utang tersebut masih akan berlangsung hingga tahun 2029, dengan anggaran Rp500 miliar per tahun untuk cicilan.
“Konsekuensinya, setiap tahun kita harus membayar cicilan Rp500 miliar hingga 2029. Ini adalah beban yang harus diterima,” kata Ono.
Dengan kondisi utang yang masih berjalan, Ono berharap gubernur terpilih tidak lagi fokus pada pembangunan alun-alun, tugu, atau bangunan megah yang tidak memberikan dampak langsung bagi kesejahteraan rakyat.
“Jangan lagi ada proyek pembangunan alun-alun, tugu, atau bangunan besar yang tidak menyelesaikan masalah mendasar masyarakat. Mau tidak mau, karena utang sudah berjalan, KDM (Dedi Mulyadi) harus tetap menjalankan kewajiban ini,” tutupnya.