JAKARTA (CM) – Komisi Pemilihan Umum (KPU) menggelar debat perdana Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden 2019 berlangsung di Hotel Bidakara, Kamis (17/01/2019).
Debat pertama ini diikuti empat peserta, yaitu pasangan Joko Widodo – Ma’ruf Amin dan Prabowo Subianto – Sandiaga Uno.
Tema yang disiapkan KPU pada debat perdana kali ini salah satunya adalah mengenai penegakan hukum dan hak asasi manusia, pemberantasan korupsi, dan pemberantasan terorisme. Debat yang berlangsung, dipandu oleh Ira Koesno dan Imam Priyono.
Paslon nomor urut 01 Jokowi-Maruf dan paslon nomor urut 02 Prabowo-Sandiaga, masing-masing memberikan visi dan misinya. Di tahun politik yang sedang memanas, politik berbiaya tinggi nampaknya menjadi sorotan publik karena banyaknya “money politic” yang hadir pada masyarakat awam.
Pada debat perdana kali ini, Jokowi mengatakan bahwa pada jabatan politik yang perlu penyederhanaan sistem, bisa memberikan kapasitas yang baik. Rekruitmen harus dilakukan transparan, sehingga pemilu menjadi murah.
“Ketika pada saat pemilihan Wali Kota Solo dulu, saya menggunakan biaya kecil. Pada pemilihan Gubernur DKI yang lalu pun saya tidak mengeluarkan uang banyak,” paparnya.
Berbeda dengan Jokowi, Prabowo menilai perlu ada langkah kongkrit. Sebagai contoh, bagaimana nasib
Gubernur yang hanya ber gaji 8 juta? Angka 8 juta terbilang kecil bagi pejabat publik. Kalau para pejabat publik gajinya besar maka Prabowo menyatakan akan melakukan pemotongan anggaran dari para pejabat publik untuk biaya kampanye.
Selain itu, akar masalah korupsi bagi Prabowo dikarenakan penghasilan para ASN dan birokrat itu kurang, dirinya akan menaikkan penghasilan para birokrat dan pegawai negeri.
“Kalau dia masih korupsi, kita akan tindak sekeras-kerasnya. Kami akan buat KPK di seluruh daerah dan di provinsi. Kalau KPK ada di seluruh provinsi maka pejabat publik yang korupsi akan mudah dibidik,” paparnya
Sedangkan, Jokowi mengatakan gaji Aparatur Sipil Negara (ASN) sudah memadai, bahwa harus ada pengawasan internal yang kuat, bagi ASN untuk birokrasi yang kuat agar bara birokrat tidak nakal melakukan korupsi.
Masyarakat awam yang masih saja menerima uang sogokan untuk memilih wakil rakyat nampaknya karena sudah menjadi culture yang sulit untuk dihapuskan. Karena diberikan contoh oleh para pejabat itu sendiri, maka tidak ada efek jera.
Apakah culture buruk tersebut dapat dihilangkan? Tentu saja bisa jika para pejabat nya pun mencontohkan hal yang baik bagi masyarakat. Terdengar klise dan sulit untuk diwujudkan, namun tentu saja keadilan akan terwujud dengan para pemimpin yang mempunyai hati nurani dan benar-benar ingin menyejahterakan warganya. (Intan)





