News

Balada Febri Bersama KPAI Kab.Tasik, Dari Terlantar di Terminal Hingga Pengakuan yang Berubah-ubah

156
×

Balada Febri Bersama KPAI Kab.Tasik, Dari Terlantar di Terminal Hingga Pengakuan yang Berubah-ubah

Sebarkan artikel ini
Balada Febri Bersama KPAI Kab.Tasik, Dari Terlantar Di Terminal Hingga Pengakuan yang Berubah-ubah
Febri alias Abdurohman bersama Ketua KPAID Kab Tasikmalaya, ato Rinanto

TASIKMALAYA (CM) – Sorot matanya kosong. Tak banyak kata-kata keluar dari mulutnya. Saat ditanya, jawabannya sering berubah-ubah.

Sepintas dia mirip anak rumahan. Badannya bersih, tapi sedikit kurus. Kulit putih diwajahnya pun masih terlihat meski terlihat jarang kena air.

Ciri diwajahnya, bersama dengan potongan rambut kurang rapi dipadu dengan warna kuning tembaga yang tidak artistik, menegaskan bahwa anak ini sedang punya masalah.

Pantas memang jika kondisinya demikian. Dalam beberapa bulan ini dia tidak mendapatkan belaian lembut orang tuanya. Dia terlantar atau sengaja menelantarkan diri.

Anak ini mengaku bernama Febri, usianya 14 tahun. Asalnya tidak jelas, pernah mengaku dari Bandung, lalu Cianjur dan terakhir Lampung.

Daerah yang terakhir ini diyakini sebagai asal dari Febri. Terlebih, Febri pernah menyebutkan beberapa lokasi yang ciri-cirinya memang ada di tepi pulau Sumatera.

Namun sayang, saat Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Kabupaten Tasikmalaya membantu memfasilitasi kepulangan Febri, hasilnya nihil. Tim yang ditunjuk untuk mengantarkan Febri ke Lampung, harus kembali ke Tasikmalaya bersama Febri.

“Siapa sebenarnya Febri?“ tanya salah seorang komisioner KPAID Kab.Tasikmalaya, Usep Kusnadi, di kantornya, Rabu (11/09/2019).

Diberi pertanyaan demikian, Febri tidak menjawab. Apalagi dihujani pertanyaan detail menyangkut biodata, tidak ada yang berhasil digali.

Usep bernada santai menyampaikan beberapa pertanyaan kepada Febri. Tapi, pada akhirnya Usep menyerah.

Kata dia, jika diberi pertanyaan seperti itu, Febri tidak akan menjawab. Apalagi dihujani pertanyaan detail menyangkut biodata. Dijamin tidak ada informasi yang berhasil digali.

“Tidak boleh dipaksa dan ditekan. Dia masih anak-anak. Kasihan, saat kami tes, dia ternyata tidak bisa menjawab,” kata Usep penuh iba.

Pertanyaan demikian bukan kali pertama disampaikan kepada Febri. Sejak beberapa pekan lalu, anak ini sudah digali informasi keberadaan orang tuanya oleh KPAID Kab.Tasikmalaya.

Menurut Ketua KPAID Kab.Tasikmalaya Ato Rinanto, Febri pertama kali ditemukan di terminal tipe A Indihiang Kota Tasikmalaya tanggal 18 Agustus 2019.

“Kami mendapatkan laporan, namun karena lokasi penemuannya di Kota Tasikmalaya, kami serahkan kepada pihak terkait di Kota. Tapi beberapa jam kemudian, Febri diantarkan lagi ke Kantor KPAID,” terang Ato, di kantornya, Rabu (11/09).

Sejak tanggal itulah, pihaknya seperti mendapatkan amanah baru. Menjaga, merawat, mendidik, hingga mengantarkan kepada orang tuanya.

Ato mengungkapkan, ada yang menarik dari anak usia 14 tahun ini. Febri, kata Ato, kerap menyampaikan cerita kisah hidupnya berubah-ubah. Tapi untuk satu cerita, Febri bisa konsisten dengan imajinasinya.

Misal, saat Febri menceritakan asal dari Lampung. Pihaknya merasa yakin bahwa Febri berasal dari sana, terlebih dia menyebutkan beberapa tempat yang ada di Lampung.

“Kami sampai berkomunikasi dengan pemerintah daerah Lampung. Kami antarkan Febri tanggal 8 September 2019 kemarin. Kami berusaha menemukan keluarganya, tapi ternyata Febri bukan warga Lampung. Ke Lampung pun tidak pernah dia,” katanya.

Hingga Rabu (11/09) ini, Febri kembali bersama tim KPAID Kab.Tasikmalaya. Tidak ada keluarganya yang berhasil ditelusuri di Lampung sana. “Kami hampir buntu,” kata Ato.

Namun rupanya Tuhan punya rencana indah. Setelah upaya ikhtiar maksimal hamper 3 pekan, terbukalah jalan keluar dari tempat yang tidak disangka-sangka.

Melalui jaringan KPAID, relasi dan sejumlah jejaring media sosial, pada Rabu (11/09) petang, Ato berhasil berkomunikasi dengan keluarga Febri.

“Barusan saya sempet video call dengan pamannya. Mulanya Febri tidak mau, dia malah lari. Setelah berusaha memperlihatkan wajahnya melalui video call, pamannya sudah membenarkan bahwa anak itu adalah keponakannya,” ujarnya.

Ato membeberkan. Setelah ditelusuri, Febri ternyata warga Kabupaten Sukabumi. Pihaknya sudah mengetahui alamat lengkap, domisili dan latar belakang keluarganya.

Ato pun sempat kaget, karena ternyata, nama anak ini aslinya adalah Abdurrohman. Bukan Febri.

“Selama ini tiap hari menginap di kantor KPAID Kab.Tasikmalaya. Tidak lama lagi akan diantarkan ke Sukabumi, saya berharap pihak Pemkab Sukabumi bisa merespon cepat,” katanya.

Kisah Febri alias Abdurrahman ini harus menjadi pelajaran. Kata Ato, kasus anak yang tidak betah di rumah dan lebih memilih kabur menjadi sebuah fenomena saat ini.

“Kasus semacam ini mulai bermunculan. Anak kehilangan kasih sayang di rumah, sehingga lari menjauh. Ini pembelajaran untuk kita semua,” ujarnya.

Ato berharap, seluruh orang tua dimanapun, harus lebih memahami psikolgi anak. Pahami pola asuh dan tingkatkan kualitas waktu bersama buah hati.

“Siapa pun orang tua, rasa sayang harus ditingkatkan. Anak itu harus dilindungi, dimuliakan, dididik. Mereka masih rentan dan butuh orang tua. Kewajiban kita menjaga mereka,” tandas Ato. (Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *