News

Babad Banten Nasional; Tokoh NU sangat Visioner Melebihi Zamannya

468
×

Babad Banten Nasional; Tokoh NU sangat Visioner Melebihi Zamannya

Sebarkan artikel ini
Babad Banten Nasional Tokoh NU sangat Visioner Melebihi Zamannya
Babad Banten Nasional Tokoh NU sangat Visioner Melebihi Zamannya

BANTEN (CM) – Nahdlatul Ulama (NU) hampir berusia satu abad. Eksistensi NU sebagai Jamiyyah maupun Jamaah semakin mendapat tempat terhormat baik di dalam negeri maupun di luar negeri.

Salah satunya buktinya, belum lama ini para ulama Afganistan dan pembesar kerajaan Arab Saudi secara khusus mendatangi PBNU untuk menyatakan ingin belajar Islam Rahmatan Lil Alamin seperti yang Jamaah dan Jamiyyah NU lakukan.

Demikian dipaparkan Tubagus Soleh, Ketum Babad Banten Nasional memaparkan kepada Cakrawalamedia mengenai eksistensi, sepakterjang, serta lika-liku NU, organisasi yang telah sejak lama berperan mengawal NKRI.

“NU harus menjadi perekat Bangsa dan menjadi pengayom bangsa. Pertahankan sikap inklusif dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Perkokoh Pancasila dan selalu perbaharui semangat keindonesiaan kita,” terangnya, Rabu (06/02/2019).

Pria yang karib disapa Shod ini mengatakan, bila tidak menyimak sejarah kegagalan kudeta berdarah Gestapu Partai Komunis Indonesia (PKI), menurutnya dimulai dari titik ini. PKI, kata dia, kehilangan arah tujuan gerakannya setelah NU masuk dalam kabinet Nasakom. Kekuatan Politik PKI tidak full mampu mempengaruhi bung Karno agar bertindak sesuai kemauan Aidit dkk.

“Sebagai Jamiyyah NU sangat teruji dan berpengalaman menghadapi berbagai macam onak dan duri dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Tokoh-tokoh NU selalu mewarnai blantika wacana dan gerakan nasional. Bahkan gagasan gagasan besar Tokoh NU sangat didengar oleh kalangan yang sangat memusuhi Umat Islam sekalipun,” bebernya.

Shod menilai, pandangan dan sikap Tokoh NU sangat visioner melebihi zamannya. Seperti kasus bergabungnya Partai NU dalam kabinet Nasakomnya Bung Karno. Sepintas berpikir cetek, orang awam akan mengira NU sudah tersesat, duduk bersama dengan tokoh PKI dalam kabinet.

Tapi siapa duga malah pihak PKI tidak nyaman dengan keberadaan NU dalam kabinet. Alih-alih PKI bisa melakukan apa saja untuk bisa mempengaruhi Bung Karno malah pergerakan PKI menjadi terhambat. Contoh yang paling nyata, gagalnya PKI membubarkan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) sebagai kekuatan kaum muda Islam yang militan dan anti PKI.

Kala itu, kata Shod bersemangat, Aidit sampai berseru kepada kader kader CGMI, ”Bila kalian tidak mampu membubarkan HMI, kalian lebih baik pakai sarung saja,” ungkap pidato Aidit pada rapat besar CGMI di Jakarta, sebagaimana ditirukan Shod.

Ia melanjutkan, ketika perseteruan PKI terhadap semua kekuatan politik membuat beberapa Partai politik dibubarkan. Seperti Masyumi, PSI, dan Murba. Gelagat jelek PKI terbaca dengan jelas oleh ulama ulama linuih NU yang secara cermat membalas pemintaan Bung Karno bersedia bergabung dalam kabinet Nasakom.

Sejarah mencatat bahwa Kecerdikan berpolitik ‘kaum sarungan’ ternyata tidak bisa dibaca oleh politisi-politisi kaliber nasional sekalipun. Barangkali Aidit gembong PKI tidak menduga, Partai NU akan bersedia bergabung dalam Kabinet Nasakom yang sudah direkayasa oleh tokoh tokoh PKI sebagai palu godam pemukul lawan politiknya.

Saat itu, kontra Revolusi yang dilakukan oleh kekuatan mahasiswa yang dimotori HMI tidak lepas dari suport Tokoh NU yang duduk di kabinet. Menteri Agama KH Saefudin Zuhri sangat berperan dalam menyelamatkan HMI dari pembubaran oleh pemerintah karena dianggap kontra revolusi.

Perlawanan kepada PKI lambat laun semakin membesar. Banser Ansor terlibat adu fisik dengan pemuda rakyat dikampung-kampung. Pelajar Islam Indonesia (PII) mengalami teror PKI ketika sedang melaksanakan kegiatan mental training di Kras.Konigoro Kediri.

Pada saat itu, alih-alih kendor perlawanan Banser Ansor, Brigade PII dan HMI yang didukung penuh kekuatan Umat Islam. Perlawanan itu malah semakin membesar. Tritura (tiga tuntutan rakyat) yang salah satu tuntutan tritura adalah Bubarkan PKI menjadi suara yang menggema oleh seluruh elemen bangsa.

“Dan menjadi bola salju gerakan yang tidak bisa dibendung. Tokoh muda NU, kyai Subhan menjadi icon yang menginspirasi seluruh keberanian umat membubarkan PKI,” imbuhnya.

Akhirnya, NU dan seluruh elemen bangsa yang komitmen pada kesepakatan berbangsa Yaitu Pancasila, UUD 1945 dan menjaga kebhinekaan Tunggal Ika menjadi pemenang politik melawan PKI.

Namun, menurut dia, kemenangan politik kala itu tidak serta merta menempatkan barganing politik NU menjadi naik dan kuat. Malah dibawah rezim orde baru NU mengalami nasib yang tragis. Termarginalkan secara politik dan ekonomi.

Bukan NU bila tidak bisa memainkan lagu sendiri. Lawan politik terpaksa harus berjoget sesuai lagu yang dinyanyikan. Sampai pada titik ajal akhirnya orde baru pun tumbang oleh para mahasiswa yang masih ‘bau kencur’ pada zamannya. Seperti kata para sepuh rezim orde baru dijatuhkan oleh ‘anak ayam yang baru bisa berkokok’.

Kini, diusia NU yang ke 97 tahun ini, Tubagus Sholeh berharap, NU harus lebih memperkuat wawasan kearifan lokal kebangsaan yang bercita rasa Islam Nusantara.

“Sejarah harus tetap dijaga, agar sejarah bangsa tidak disalahgunakan dan diselewengkan oleh para pendatang baru yang tidak jelas,” pungkasnya. (Intan)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *