JAKARTA (CM) – Wacana pembebasan terpidana kasus terorisme Ustadz Abu Bakar Ba’asyir menjadi topik pembicaraan panas dan buah bibir beberapa hari belakangan ini, yang dimulai dengan langkah Yusril Ihza Mahendra sebagai pengacara pasangan calon presiden dan calon wakil presiden Ir. Joko Widodo dan Ma’ruf Amin.
Rencana pembebasan ustadz Abu Bakar Baasyir menjadi polemik bahkan pro kontra karena terjadi pada saat selesai debat kampanye pemilihan presiden dilakukan. Yusril mengungkapkan pesan kliennya dalam kapasitas sebagai presiden terkait rencana pembebasan Abu Bakar Ba’asyir. Dalam hal ini, Jokowi meminta supaya syarat pembebasan Ba’asyir dimudahkan.
“Jalan pembebasan ustadz tak semulus yang kami harapkan, beberapa menteri dalam jajaran pemerintahan dan pakar hukum bahkan Negara tetangga merasa keberatan dengan pembebasan napi terpidana kasus teroris,” tutur Zaky Roby Cahyadi Selaku Kordinator Gerakan Anak Menteng 58, Senin (28/01/2019)
Zaky mengungkapkan pula bahwa alasan kemanusian ternyata tak semudah yang menjadi ekspetasinya didalam wadah berhimpun Gerakan Anak Menteng (GAM) 58. Gerakan Anak Menteng (GAM) 58 adalah sebuah grup whatsapps sebagai wadah untuk berhimpun serta tempat bersilaturahim para kader, anggota, pengurus, dan bahkan keluarga besar juga alumninya.
Salah satu alumni Gerakan Pemuda Islam (GPI), Ustad Abu Bakar Ba’asyir mempunyai keterkaitan emosional dengan kantor sekretariat GPII yang berada di Jl Menteng raya 58 yang menjadi basis gerakan aktivis pemuda Islam.
Gerakan Pemuda Islam (GPI) kini berubah kembali namanya menjadi Gerakan Pemuda Islam Indonesia (GPII) berdasarkan keputusan muktamar di Medan tahun 2013 sesuai khittah perjuangan 1945.
Untuk mendapatkan pembebasan secara murni, tentu saja belum dapat dilakukan karena masa tahanan yang masih tersisa, sehingga pembebasan secara bersyarat menjadi jalan untuk ustadz Abu Bakar Baasyir agar bisa keluar dari tahanan.
Namun, pembebasan bersyarat dengan menanda tangani klausul kesetiaan kepada Pancasila dan NKRI, mendapat respon penolakan dari ustadz Abu Bakar Baasyir. Inilah yang akhirnya membuat pembebasan bersyarat tertunda.
Dengan alasan kemanusiaan, Ustadz Abu Bakar Ba’asyir yang kini berusia 81 tahun, dan saat ini kondisinya sudah sangat tua, kesehatannya pun makin menurun, dan secara status, Baasyir juga seorang ulama. Hal ini lah yang membuat Gerakan Anak Menteng mendukung pembebasan Ustadz Abu Bakar Ba’asyir. Tanpa pretensi politik yang kini menjadi perdebatan karena kampanye pilpres dan juga mungkin karena pengacara paslon capres 01 adalah Yusril Ihza Mahendra dengan jabatan Ketua Umum Partai Bulan Bintang.
GAM menyesalkan opini yang mengaitkan pembebasan Ustadz Abu Bakar Ba’asyir dengan perhelatan politik di tanah air ataupun dikaitkan dengan langkah yang ditempuh sang pengacara sebagai ketua umum partai, karena hal ini murni adalah alasan kemanusiaan.
Dalam perkembangannya, Presiden Jokowi menyatakan pembebasan Ba’asyir dilakukan melalui opsi bebas bersyarat dan harus setia kepada NKRI sebagaimana diatur dalam PP 99/2012. Jokowi mengatakan tidak ingin menabrak aturan.
Jika membaca sejarah masa lalu, situasi yang sama pernah dilakukan pembebasan oleh seorang dirjen lapas di tahun 1993 yang bernama Baharuddin Lopa. Pembebasan napi Islam oleh Presiden Soeharto dilakukan meski ada napi yang menolak tanda tangan kesetiaan pada Pancasila dan sebagainya. Mereka adalah A.M. Fatwa, Abdul Qadir Jaelani, Tasrif Tuasikal, A. Yani Wahid dan yang lain berjumlah 10 orang. Usia mereka beragam mulai 35 tahun sampai 50 tahun.
Gerakan Anak Menteng dengan adagium “ISLAM YES, NKRI YES” dan menjadi tagline pada ruang dan waktu, bahwa Islam adalah darah Gerakan Anak Menteng, serta tidak bertentangan dengan Pancasila dan NKRI karena bagi kami adalah harga mati.
Gerakan Anak Menteng sadar betul bahwa jaman telah berubah, tetapi GAM tetap menjalankan khittah perjuangan 1945 dengan berlandaskan tujuan berdirinya Gerakan Pemuda Islam Indonesia (GPII) yaitu melakukan dakwah dan syiar Islam di Indonesia serta mempertahankan kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
“Phobia semata rasanya jika pembebasan orang tua kami dilukiskan dengan begitu luar biasa, dengan ramalan atau pun khayalan tingkat tinggi akan munculnya radikalisme kembali dengan marak di Negara tercinta ini. Terorisme dan radikalisme bukan bagian dari agama tertentu, kita dapat lihat fakta di tanah Papua terjadi teror dan radikalisme oleh gerombolan bersenjata beberapa waktu lalu yang berakibat terbunuhnya warga Negara,” tandas Zaky
“Tak perlu debat kusir, segera berikan pembebasan kepada seorang yang sudah tua berusia 81 tahun, yang kesehatannya terus menurun, inilah alasan kemanusian. Kami GAM 58 perlu bukti, bukan janji dibibir saja! Ghirah mempertahankan NKRI dan kesetiaan kepada Pancasila, tak perlu diragukan kembali. Kami tahu 4 pilar, kami juga sudah memberikan kader terbaik seperti almarhum Husni Kamil Manik menjadi Ketua KPU RI, beberapa alumni kini masih duduk dengan enak di senayan DPR RI,” pungkasnya. (Intan)