JAKARTA, (CAMEON) – Bareskrim Polri telah menetapkan Basuki T Purnama alias Ahok sebagai tersangka, Rabu, 16 November 2016. Calon gubernur DKI Jakarta itu dinyatakan tersangka dalam penistaan agama Islam.
Saat bertatap muka dengan warga Kepulauan Seribu, akhir September 2016 lalu, Ahok menyinggung Alquran Surat AlMaidah ayat 51. Menurutnya, masyarakat jangan mau “dibohongi pakai Al-Maidah 51”. Sontak, pernyataan tersebut menuai reaksi dari masyarakat.
Majelis Ulama Indonesia pun menegaskan, Ahok telah menistakan agama Islam dan para ulama. Umat Islam di seluruh Indonesia tak tinggal diam. Di banyak daerah menggelar unjuk rasa. Puncaknya, pada 4 November 2016, ratusan ribu umat Islam merangsek ke Istana Negara, Jakarta. Aksi damai itu diwarnai kericuhan pada malam hari.
Baca: Ahok Resmi Jadi Tersangka Penistaan Agama
Setelah menimbulkan kegaduhan, akhirnya Ahok ditetapkan sebagai tersangka. Ia diduga melanggar Pasal 156a KUHP dan Pasal 28 Ayat 1 UU 11/2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Setelah dinyatakan tersangka, bagaimana proses hukum selanjutnya? Berdasarkan aturan, jika Ahok keberatan dengan keputusan tersebut, ia boleh mengajukan praperadilan. Nanti pengadilan akan memutuskan apakah praperadilan itu diterima atau ditolak.
Jika ditolak, maka penyidikan dilanjutkan untuk melengkapi BAP dan barang bukti, kemudian berkas dilimpahkan ke Kejaksaan. Bila pemeriksaan kelengkapan BAP sudah tuntas, Kejaksaan akan menyerahkan kasus tersebut ke Pengadilan Negeri untuk disidangkan dan divonis.
Baca: Ahok Tanggapi Santai Penetapan Dirinya Sebagai Tersangka
Kepala Bareskrim Komjen Ari Dono Sukmanto menyatakan, penetapan tersangka itu dikeluarkan tidak dalam tekanan pihak manapun. Ia dan timnya bekerja profesional. Seluruh barang bukti ditelaah secara detail.
Baca: Politisi PDI Perjuangan Menilai Ada Unsur Politik dalam Kasus Ahok
Meski terdapat perbedaan pendapat di antara para saksi ahli, sebagian besar penyelidik sepakat untuk menaikkan kasus tersebut ke penyidikan. Ahok pun ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan Pasal 156a KUHP Jo Pasal 28 ayat 2 UU Nomor 11/2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. (pey)